Assalamualaikum wr, wb.
Ya gue baru aja mengutip lagunya Imagine Dragons, tapi itu sebenernya cuma kebetulan, gue cuma pengen pake kalimat itu.
Karena, telah tiba waktunya untuk memulai.
Memulai kembali.
Begin Again.
Seperti biasa, tak terasa sebentar lagi tahun baru. Sebentar lagi insyaAllah gue akan ulang tahun yang ke 20. Nggak sih gue nggak merasa tua. Gue malah bersyukur, karena dengan bertambahnya umur, akan bertambah lagi tahun yang akan gue lewati, dengan segala rintangan dan ujian-ujiannya yang ada, yang eventually akan mengasah mental gue menjadi lebih bijaksana. Ya, gue harap gue akan makin dewasa, bukan hanya makin tua.
Gue sudah merencanakan beberapa perubahan untuk tahun depan. Perubahan yang bisa dibilang cukup drastis. Banting setir istilahnya. Mungkin akan mengejutkan beberapa orang. Tapi ya bagaimana lagi. Perubahan harus dilakukan untuk memperbaiki sesuatu bukan?
Beberapa perubahan kecil telah gue lakukan di tahun ini.
Banyak yang gue pelajari dari semua perjalanan itu.
Tahun ini gue belajar untuk mencintai apa yang seharusnya dicintai.
Tahun ini gue belajar kalau setinggi apa pun derajat orang itu, dia hanya manusia yang sama-sama makan nasi.
Tahun ini gue belajar kalau semua orang mempunyai sama-sama mempunyai 24 jam 7 hari seminggu.
Tahun ini gue belajar kalau kita bisa dibenci karena berusaha menjadi baik.
Tahun ini gue belajar untuk hanya melakukan apa yang gue mau.
Tahun ini gue belajar kalau ternyata apa yang kulakukan dulu sangat salah.
Tahun ini gue belajar kalau manusia bisa salah.
Tahun ini gue belajar kalau persahabatan tidak terhitung waktu.
Tahun ini gue belajar kalau persahabatan berlandaskan visi yang sama, lebih indah dari yang bukan.
Tahun ini gue belajar kalau kesempatan selalu ada di luar sana.
Tahun ini gue belajar untuk tidak memperdulikan yang menurut gue tidak penting.
Tahun ini gue belajar kalau ternyata gue tidak salah untuk meresahkan apa yang selama ini gue pendam.
Tahun ini gue belajar apa itu arti belajar yang sesungguhnya.
Tahun ini gue belajar kalau orang yang selama ini gue hindari sebenarnya adalah orang yang seharusnya gue dekati.
Tahun ini gue belajar kalau belajar tidak harus di instansi belajar.
Tahun ini gue belajar kalau cinta yang tulus tidak perlu kita capek-capek perjuangkan.
Tahun ini gue belajar kalau tidak selamanya mereka yang mendukungmu di depanmu, juga sama di belakangmu.
Tahun ini gue belajar kalau tidak apa-apa untuk menjadi beda.
Tahun ini gue belajar kalau sebenarnya juga tidak apa-apa untuk menjadi sama seperti yang lain.
Tahun ini gue belajar untuk mengetahui arti kata tenang yang sebenarnya.
Tahun ini gue belajar kalau kesederhanaan akan membuahkan sesuatu yang lebih bahagia.
Tahun ini gue belajar kalau ternyata ada orang di luar sana yang mau menerima kita apa adanya.
Tahun ini gue belajar kalau berdagang tidak melulu soal untung.
Tahun ini gue belajar kalau yang dulu menghiburku, tidak lagi bisa menghiburku sekarang.
Tahun ini gue belajar kalau hidup terlalu singkat untuk terus melakukan apa yang biasanya ku lakukan dulu.
Tahun ini gue belajar kalau kita hanya terpisahkan oleh satu sapaan saja.
Tahun ini gue belajar untuk tidak terlalu berusaha memperjuangkan apa yang tidak pasti.
Tahun ini gue belajar untuk menerima kenyataan pahit dan tidak lagi pura-pura tidak tahu.
Tahun ini gue belajar kalau ternyata umur tidak selamanya.
Tahun ini gue belajar apa tujuan kita lahir di bumi ini.
Tahun depan akan makin banyak lagi yang akan ku pelajari. Tentunya tidak akan gampang memperoleh semua itu. Karena ini semua tentang proses.
And you haven't seen anything about me.
Bismillah.
Wassalamualaikum wr wb.
30/12/17
(sebenernya masih kurang sehari, besok gue belajar apa ya?)
Saturday, December 30, 2017
Friday, December 29, 2017
Jadi Begini Cara Bikin Film Layar Lebar...
Banyak yang kepo tentang cerita gimana gue bisa ikut dalam produksi film layar lebar di usia yang cukup dini tanpa bantuan kampus (19 tahun, baru selesai semester 2) bahkan ada juga yang memuja muji, padahal sebenarnya di balik itu terdapat prosesi yang biasa-biasa saja.
Dan yang namanya jodoh ya nggak kemana.
Bermulai dari waktu bulan ramadhan, bulan ramadhan tahun ini bisa dibilang sangat turning point di hidup gue karena beda dengan sebelum-sebelumnya, tahun ini bener-bener tahun tobat gue lah istilahnya dari yang dulu amburadul kayak gimana. Banyak malam-malam gue habiskan untuk berdoa, apa lagi bulan itu gue juga lagi dihadapi ujian yang cukup bikin gue mumet sampe bisa bikin nangis waktu sholat. Pada bulan suci lah itu gue menyerahkan semuanya ke Allah SWT. Sabar aja karena gue percaya janji Allah. Dan lo harus juga.
Tibalah di penghujung ramadhan. Waktu tarawih, memang sempat di umumin kalau bakal ada talk show film 212 The Power of Love. Gue yang memang lagi nyari film yang islami, ya dateng dong ke acara itu. Cuma untuk nonton, gak ada niatan untuk ikutan. Akhirnya datanglah Mas Jastis, Bang Oji dan Ust. Erik Yusuf. Waktu itu gue nggak keliatan banget mukanya, soalnya shaf perempuan kan di belakang. Mereka memperkenalkan diri awalnya, bagus deh soalnya gue juga nggak tau mereka siapa. Kecuali Bang Oji, gue sempet nonton filmnya yang Mengejar Matahari, dan disitu dia serem haha. Mas Jastis kenalin dirinya, ternyata dia jagoannya film doku, pantesan gue nggak tau haha. Dan dia bilang, kalau selama ini dia main di doku karena takut main di fiksi yang tanggung jawab moralnya besar. Bikin film islami juga sekarang harus hati-hati, itu film tulus apa nyari cuan? Dan dengan penjelas Mas Jastis itu lah yang membuat gue tergugah, karena apa yang dia bicarakan, persis seperti apa yang selama ini gue pikirkan. Kita satu visi.
Itu yang membuat gue pengen ikutan. Tapi disitu gue sadar diri, gue masih bocah, ya kali bisa ikutan film gede gitu. Alhasil gue langsung pulang selepas acara. Padahal biasanya kalo acara gini gue bakal nyari orangnya dan minta nomer telefonnya.
Oya, mereka juga minta sumbangan dana karena film ini adalah film crowd funding atau dalam masalah ini, waqaf. Ya memang membuat film itu tidak murah. Selain doa, dukungan seperti ini yang akan sangat membantu. Tapi aku bisa apa untuk berdonasi...
Untuk beberapa waktu, gue meninggalkan ide itu.
Tapi gue berpikir, kalau aku tidak bisa berdonasi dalam bentuk uang, mungkin aku bisa berdonasi dalam bentuk tenagaku.
Dan akhirnya, tanggal 5 Juli, sehari sebelum syuting film pendek yang gue produserin. Dengan sok taunya, gue kontak Mas Jastis langsung. Iya gue nggak dapet nomer telefonnya. Tapi jaman sekarang udah bukan nomer HP atau email lagi. Tapi DM INSTAGRAM.
Ya, gue nge dm mas jastis. Untung ga di protect.
Dalam satu pesan itu, gue menjelaskan tentang kesamaan visi misi kita, dan keinginan gue untuk bisa ikut membantu mereka.
Itu juga nggak langsung di bales. Malah si doi update timeline tapi ga bales dm. Akhirnya gue comment aja di postingannya untuk ngecek DM gue, eh beneran di cek lho haha.
Akhirnya di bales dan minta dikirim CV. Terus udah. Lama ga dapet balesan. Dan tiba-tiba...
Tanggal 31 Juli, di suruh dateng ke kantornya jam 12.00 dan interview.
Dan itu situasinya gue baru bangun tidur abis berenang pagi-pagi. Oh itu juga baru banget mulai libur semester 2 :')
Reaksi pas dapet DM gitu gue langsung kaget dan excited banget tentunya. Tapi nggak mungkin banget waktu itu untuk gue bisa kesana. Akhirnya gue ngabarin dan minta di re-schedule.
Janjian besoknya, tapi pas udah otw doi bilang ternyata mereka lagi pergi dan di kantor gada orang. Untung masih di Cibubur.
Re-schedule lagi. Tapi nggak dibales-bales. Disitu gue agak lose hope. Dan akhirnya gue bilang ke dia, nanti kalo ga sibuk aja ketemu gue. Eh ternyata dia gabales-bales karena dia sibuk. Terus akhirnya jadi deh ketemuan siang itu. Dengan ditemani mama, gue menuju Warna Pictures.
Pas pertama kali dateng gue nervous bgt dan bener-bener jaga image. (Pasti beda banget sama sekarang ya HAHA) Malu bgt inget-inget lagiiii haha. Tapi ya pokoknya mulai disitu lah gue pertama kali dipanggil Puri. Gue nggak enak mau ngoreksi. Jadi gue iya-iyain aja walaupun belom ngerasa terlalu familiar. Ya mungkin ini bisa jadi "citra" gue yang baru.
Yang gue inget adalah waktu gue ditanya,
"Puri mau bantu kita untuk apa nih? Magang buat kampus?"
"Eh, nggak, pengen aja ikutan..."
"Emang yang kamu incer apa?"
"Eh, itu, em, lingkungannya... Karena saya ingin bertemu dengan orang-orang yang satu visi dengan saya."
"Oh oke. Kita syuting di Ciamis ya seminggu, berangkat hari Minggu."
"Hmm oke... Aku ijin mama dulu ya."
"Oke. Kalo mama ga ngijinin kita juga ga ngijinin ya."
"Oke!"
Dan gue pulang dari kantor mereka. Mama izinin kalo Papa izinin. Gue nervous selama perjalanan pulang. Karena tiba-tiba aja gue diajak pergi keluar kota selama seminggu sama orang-orang yang bahkan gue nggak kenal. Gue juga agak takut sih. Tapi there's something that made me feel safe somehow.
Dan alhamdulillahnyaaa Papa dengan santainya ngizinin.
Dan disitulah dimulainya pengalaman syuting layar lebar ku yang pertama!
:)
29/12/2017
Dan yang namanya jodoh ya nggak kemana.
Bermulai dari waktu bulan ramadhan, bulan ramadhan tahun ini bisa dibilang sangat turning point di hidup gue karena beda dengan sebelum-sebelumnya, tahun ini bener-bener tahun tobat gue lah istilahnya dari yang dulu amburadul kayak gimana. Banyak malam-malam gue habiskan untuk berdoa, apa lagi bulan itu gue juga lagi dihadapi ujian yang cukup bikin gue mumet sampe bisa bikin nangis waktu sholat. Pada bulan suci lah itu gue menyerahkan semuanya ke Allah SWT. Sabar aja karena gue percaya janji Allah. Dan lo harus juga.
Tibalah di penghujung ramadhan. Waktu tarawih, memang sempat di umumin kalau bakal ada talk show film 212 The Power of Love. Gue yang memang lagi nyari film yang islami, ya dateng dong ke acara itu. Cuma untuk nonton, gak ada niatan untuk ikutan. Akhirnya datanglah Mas Jastis, Bang Oji dan Ust. Erik Yusuf. Waktu itu gue nggak keliatan banget mukanya, soalnya shaf perempuan kan di belakang. Mereka memperkenalkan diri awalnya, bagus deh soalnya gue juga nggak tau mereka siapa. Kecuali Bang Oji, gue sempet nonton filmnya yang Mengejar Matahari, dan disitu dia serem haha. Mas Jastis kenalin dirinya, ternyata dia jagoannya film doku, pantesan gue nggak tau haha. Dan dia bilang, kalau selama ini dia main di doku karena takut main di fiksi yang tanggung jawab moralnya besar. Bikin film islami juga sekarang harus hati-hati, itu film tulus apa nyari cuan? Dan dengan penjelas Mas Jastis itu lah yang membuat gue tergugah, karena apa yang dia bicarakan, persis seperti apa yang selama ini gue pikirkan. Kita satu visi.
Itu yang membuat gue pengen ikutan. Tapi disitu gue sadar diri, gue masih bocah, ya kali bisa ikutan film gede gitu. Alhasil gue langsung pulang selepas acara. Padahal biasanya kalo acara gini gue bakal nyari orangnya dan minta nomer telefonnya.
Oya, mereka juga minta sumbangan dana karena film ini adalah film crowd funding atau dalam masalah ini, waqaf. Ya memang membuat film itu tidak murah. Selain doa, dukungan seperti ini yang akan sangat membantu. Tapi aku bisa apa untuk berdonasi...
Untuk beberapa waktu, gue meninggalkan ide itu.
Tapi gue berpikir, kalau aku tidak bisa berdonasi dalam bentuk uang, mungkin aku bisa berdonasi dalam bentuk tenagaku.
Dan akhirnya, tanggal 5 Juli, sehari sebelum syuting film pendek yang gue produserin. Dengan sok taunya, gue kontak Mas Jastis langsung. Iya gue nggak dapet nomer telefonnya. Tapi jaman sekarang udah bukan nomer HP atau email lagi. Tapi DM INSTAGRAM.
Ya, gue nge dm mas jastis. Untung ga di protect.
Dalam satu pesan itu, gue menjelaskan tentang kesamaan visi misi kita, dan keinginan gue untuk bisa ikut membantu mereka.
Itu juga nggak langsung di bales. Malah si doi update timeline tapi ga bales dm. Akhirnya gue comment aja di postingannya untuk ngecek DM gue, eh beneran di cek lho haha.
Akhirnya di bales dan minta dikirim CV. Terus udah. Lama ga dapet balesan. Dan tiba-tiba...
Tanggal 31 Juli, di suruh dateng ke kantornya jam 12.00 dan interview.
Dan itu situasinya gue baru bangun tidur abis berenang pagi-pagi. Oh itu juga baru banget mulai libur semester 2 :')
Reaksi pas dapet DM gitu gue langsung kaget dan excited banget tentunya. Tapi nggak mungkin banget waktu itu untuk gue bisa kesana. Akhirnya gue ngabarin dan minta di re-schedule.
Janjian besoknya, tapi pas udah otw doi bilang ternyata mereka lagi pergi dan di kantor gada orang. Untung masih di Cibubur.
Re-schedule lagi. Tapi nggak dibales-bales. Disitu gue agak lose hope. Dan akhirnya gue bilang ke dia, nanti kalo ga sibuk aja ketemu gue. Eh ternyata dia gabales-bales karena dia sibuk. Terus akhirnya jadi deh ketemuan siang itu. Dengan ditemani mama, gue menuju Warna Pictures.
Pas pertama kali dateng gue nervous bgt dan bener-bener jaga image. (Pasti beda banget sama sekarang ya HAHA) Malu bgt inget-inget lagiiii haha. Tapi ya pokoknya mulai disitu lah gue pertama kali dipanggil Puri. Gue nggak enak mau ngoreksi. Jadi gue iya-iyain aja walaupun belom ngerasa terlalu familiar. Ya mungkin ini bisa jadi "citra" gue yang baru.
Yang gue inget adalah waktu gue ditanya,
"Puri mau bantu kita untuk apa nih? Magang buat kampus?"
"Eh, nggak, pengen aja ikutan..."
"Emang yang kamu incer apa?"
"Eh, itu, em, lingkungannya... Karena saya ingin bertemu dengan orang-orang yang satu visi dengan saya."
"Oh oke. Kita syuting di Ciamis ya seminggu, berangkat hari Minggu."
"Hmm oke... Aku ijin mama dulu ya."
"Oke. Kalo mama ga ngijinin kita juga ga ngijinin ya."
"Oke!"
Dan gue pulang dari kantor mereka. Mama izinin kalo Papa izinin. Gue nervous selama perjalanan pulang. Karena tiba-tiba aja gue diajak pergi keluar kota selama seminggu sama orang-orang yang bahkan gue nggak kenal. Gue juga agak takut sih. Tapi there's something that made me feel safe somehow.
Dan alhamdulillahnyaaa Papa dengan santainya ngizinin.
Dan disitulah dimulainya pengalaman syuting layar lebar ku yang pertama!
:)
29/12/2017
Subscribe to:
Posts (Atom)