Thursday, March 12, 2020

“Seuntai Kisah dibawah Kubah” Episode: Anak Istimewa

“Seuntai Kisah dibawah Kubah”

Episode: Anak Istimewa

(Media Masjid Darussalam)
Daffa lahir pada tahun 2002, Ibu Fajri berumur 26 tahun. Karena Ibu adalah seorang psikolog, Ibu mempunyai feeling yang lebih sensitif, Ibu memiliki firasat ada yang unik dari Daffa, yang membuatnya berbeda. Awalnya Ibu hanya mengira kalau Daffa hanya hyperactive dan ADHD. Dan karena Ibu masih tetap seorang Ibu yang menginginkan Anak yang “biasa”, Ibu tetap ada rasa denial dan tidak mau menerima seutuhnya, tapi ketika ia memberanikan diri untuk periksa ke dokter, apa yang dikhawatirkannya memang terjadi. Daffa mengidap PDD-NOS  (Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specifiedautisme syndrom disorder, ADHD, dan banyak lagi turunannya. Disaat itulah rumah idaman yang telah diidam-idamkan Ibu, yang baru saja dibangun fondasinya, harus runtuh seketika.

Orang tua Daffa sangat terpukul, “Ya Allah, saya nggak pernah minta Anak kayak gini…” dan ditambah serangan-serangan dari keluarga besar, tudingan-tudingan tidak mengenakan hati datang menyerang. Seperti tidak ada lagi jalan terang yang terlihat di depan sana. Tapi… Daffa adalah karunia dan anugerah dari Allah, banyak di luar sana yang menginginkan buah hati tapi tidak mendapatkannya, Allah mempercayakan Daffa kepada mereka untuk dititipi dan dirawat sampai akhir hayat. Jadi kenapa ketika mereka mendapatkan sebuah hadiah ini mereka malah menolaknya? Mereka yang telah melahirkan Daffa ke dunia ini, Daffa tidak punya salah apa-apa, ia juga tidak pernah meminta untuk lahir dalam keadaan seperti ini. Allah yang ingin. Daffa adalah produk Allah yang telah lulus syarat dan ketentuan untuk lahir di dunia. Seperti halnya aku dan kamu. Orang Tua Daffa pun sadar, mereka harus bertanggung jawab untuk anugerah Allah yang satu ini. Dan berjanji untuk menjaganya sebaik-baiknya.

Pada Umur Daffa yang ke-5 tahun, dan Khadijah (Adik Daffa) berumur 1 tahun. Babah Daffa harus menjemput rezekinya di Dhoha, Qatar. Dan satu keluarga kecil itu harus pindah mengikutinya. Sekali lagi, tantangan datang. Punya anak yang berkebutuhan khusus saja sudah merupakan tugas yang cukup berat. Dan kini mereka harus melakukannya seorang diri di negeri orang tanpa bantuan keluarga besar. Namun mereka percaya, pasti Ujian ini bisa mereka laksanakan.

Tantangan yang cukup berat adalah perihal pendidikan dan terapi. Qatar tidak mempunyai tenaga kerja yang bisa berbahasa Inggris cukup banyak, ataupun yang dapat menangani ABK. Sehingga sulit sekali untuk mendapatkan bantuan dari pihak ketiga. And it left Daffa’s mom with no choice, other than to thaught him herself. Meskipun Ibu adalah seorang psikolog, ia tidak terlalu paham dalam menangani seorang pasien langsung, jadi ia harus learn by doing, dan praktek latihannya adalah Anaknya sendiri.

Meskipun begitu, orang tua Daffa tetap ingin mencarikan Sekolah untuk Daffa. Akhirnya mereka coba memasukan Daffa ke satu sekolah, tapi ia harus mengikuti trial test dulu yang biaya untuk testnya saja sudah 10 juta sendiri, dan akhirnya mereka rela membayar… hanya untuk ditolak.

Orang tua Daffa tetap teguh, mereka harus bisa menemukan Sekolah yang cocok untuk Daffa. Babah Daffa sampai meminta bantuan kepada managernya, “How do you expect me to do a great work here when I worried about my child?” Dan Ibunya juga mencari-cari link untuk sekolah yang lain, bersama dengan para orang Tua Indonesia lainnya yang juga memiliki ABK.

Akhirnya mereka menemukan satu sekolah yang berada di perkampungan, yang mengaku akan memiliki fasilitas Special Needs Center setelah bangunan mereka diperbesar. Ibu Daffa dengan tidak sabar menunggu, dan terus mendorong-dorong bahkan ketika bangunannya sudah jadi tapi Kepala Sekolah belum menepati janjinya, karena ternyata ia sendiri juga memiliki kendala dalam mencari seorang guru spesialis ABK. Dan entah bagaimana caranya, Allah memanggil seseorang bergelar master dari Australia ke Sekolah itu dan menjadi sebuah solusi untuk semua orang tua itu. Akhirnya Daffa bisa Sekolah dan mendapat fasilitas dan penanganan yang layak.

Tapi qadarullah, Ujian datang lagi. Harga minyak turun, sehingga Qatar mengalami krisis ekonomi, yang membuat semua perusahaan tidak bisa membayar tenaga kerjanya dengan harga yang semestinya. Hal ini terjadi juga pada Sekolah Daffa, mereka tidak bisa menggaji guru-guru dengan selayaknya. Yang menyebabkan guru Daffa dalam Special Needs Center, harus pergi meninggalkan sekolah itu. Sehingga tidak ada lagi fasilitas Special Needs Center dan Daffa harus sekolah dengan penanganan reguler, tanpa bimbingan siapa-siapa.

Daffa kesal dan ingin pulang saja ke Indonesia. Tapi permintaannya ditolak oleh kedua orang tuanya, karena Babah Daffa belum mungkin untuk kembali kerja di Indonesia lagi. Selama dua tahun Daffa harus sekolah seperti anak-anak reguler, dan permintaannya untuk kembali ke Indonesia selalu ditolak. Tapi Daffa benar-benar ingin pulang, sampai ia rela bila memang harus sendirian di Indonesia. Akhirnya, orang tua Daffa pun tidak tega dan sadar kalau keinginan Daffa untuk bisa bersekolah dengan layak memang sangat kuat. Ibu dan Babah Daffa dengan sangat berat hati, harus berpisah dengan Daffa. Namun Adik Daffa, Khadijah, tidak mau berpisah dengan kakaknya, dan ia juga ikut pulang, meskipun Bahasa Indonesia saja tidak bisa.

Akhirnya Daffa dan Khadijah pulang ke Indonesia, tinggal bersama eyang dan embahnya. Bersekolah di Sekolah Global Mandiri CIbubur. Ibu dan Babah Daffa hanya bisa terus berdoa dari jauh dan mempercayakan mereka kepada Allah. Mereka percaya walaupun mereka tidak bersama di sisi Daffa dan Khadijah, mereka bisa berdoa kepada Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pemilik Hati untuk keselamatan anak-anaknya di Indonesia. On the brightside, Daffa dan Khadijah pun tumbuh menjadi Anak yang mandiri.
Karena Ibu Daffa merawat dan menerapi Daffa seorang diri, Ibu Daffa dapat memberi seminar-seminar kepada orang tua-orang tua lainnya yang kesulitan menerapi anak-anak istimewanya, Ibu Daffa dapat memberikan solusi yang lebih jitu dibanding seorang terapis biasa, karena ia berhadapan langsung 24/7 dengan pasiennya. Ibu Daffa dan teman-teman alumni Psikologi UI juga mendirikan sebuah TK di Cipinang yang memberi fasilitas untuk ABK. Sekarang mereka membuat sebuah aplikasi bernama Sahabatku (https://www.youtube.com/watch?v=3jCX-2tcdOI) yang menyediakan kounseling gratis kepada anak-anak remaja. 

Orang Tua Daffa jadi lebih Tahu makna bersyukur dan percaya akan janji Allah. Karena sendirian di Qatar, orang Tua Daffa jadi mempunyai waktu lebih banyak untuk memperhatikan Daffa. Ibu Daffa juga mengajarkan ngaji kedua anak-anaknya dan menanamkan nilai-nilai keimanan sedari kecil, sehingga Daffa pun sekarang rutin sholat di masjid dan menghafal Al-Qur’an (sekarang Sudah hafal 2 juz) walaupun suka marah ketika disuruh ulang-ulang ayat. Daffa sangat senang bila bisa mengerjakan ibadah wajib dan sunnah-sunnah Rasul, ia sangat ingin bisa sholat di shaf pertama tapi karena takut mengganggu jamaah yang lain, Babah Daffa selalu mengajaknya di shaf paling belakang dan di pojokan (walaupun pada akhirnya tidak berhasil).

  • Quotes 

“Semua makhluk Allah itu sempurna. Cuma kita aja yang kepedan dan sok tau menyebut kita “normal”. Cuma manusia aja yang melabel-labelkan orang “ini” orang “itu”. Bagi Allah, tidak ada produk gagal.”