Thursday, December 31, 2015

2015!

Untuk me recap kenangan-kenangan gue di tahun 2015 ini, gue sudah membuat sebuah kompilasi vlog. Gue sempet pengen jadi vlogger, tapi nyatanya gue males banget edit atau selesai ngevlog sampe abis, jadi kurang lebih vlog ini satu-satu sebenernya ga lengkap, tapi kalo digabung, yaaaa jadi lumayan keren. Semua klip gue masukin tidak secara kronologis, dan semua yang ada di video itu adalah kenangan favorit gue di 2015. Banyak tentang keluarga, sodara-sodara, dan sahabat. Paling banyak sih sahabat. Gue pengen nulis satu-satu tentang hari tersebut, tapi sepertinya nggak keburu, dan datanglah ide membuat kompilasi ini.

Linknya ada disini:



(Sengaja gue taro disini dulu, biar promosiin blog sekalian lol.)
Editnya emang gitu-gitu aja, soalnya buru-buru ditungguin sodara buat gebuk-menggebuk di Super Smash Browl. Gatau mereka kalo gue jago.

Cant wait to make another memories next year.
Enjoy the rest of your night, peeps.
Goodnight, and happy new year.

ARSP
9:50 PM
Malam tahun baru

Wednesday, December 30, 2015

Chaotic Ice Skating

Pada suatu hari, atau kemaren, gue baru aja ice skating sama temen-temen tercinta dan tersampis. Yaitu: Celi, Semok dan Mudi. Mereka emang udah pengen ice skating dari lama, gue awalnya sempet gamau karena semua orang lagi kesana dan gue juga gabisa ice skating, terakhir belajar sekali pas SD doang, jadi ngapain gue buang-buang uang buat something yang cuma bakal bikin gue sakit gara-gara jatoh di batu es. Tapi sekali lagi, cinta gue kepada teman-teman sangat besar melebihi cinta tikus kepada keju. Akhirnya, guepun ikut.

Di mobil, gue bertanya kepada Celi.

"Lo emang udah pernah ice skating Cel?"

"Hmmm sekali doang sih pas SMP."

"Terus, sekarang masih bisa?"

"Nggak, gue udah lupa."

....Oke.

Lalu gue berpaling kepada Semok.

"Kalo lo, Sem?"

"Belom pernah sama sekali."

Hmmhmmhmm...

Gue menanyakan hal yang sama kepada Mudi, dan jawabannya pun sama.

Untuk sesaat gue lebih percaya diri, ya setidaknya bukan cuma gue doang yang gabisa. Ekspetasi gue adalah: gue dan ketiga teman-teman gue yang gabisa semua, jalannya sambil berpegangan tangan semua sampai membentuk lingkaran. Hahaha, lucu juga. Guepun, semakin semangat untuk ice skating.

Setelah sampai di Mall Taman Anggrek, makan siang, dan mengantri selama mungkin 30 menit (baca: ngetawain orang-orang berjatuhan yang lagi main di rink dari luar).

Di aturannya gue melihat kalau 2 jam itu sudah terhitung dari waktu karcis sudah dibeli, sampai meminjam sepatu, merapihkan loker, lalu masuk dan keluar lagi.

"Waduh, kita berarti nggak bisa buang-buang waktu nih nanti bisa rugi! Kalo 85 ribu per 2 jam, berarti 1 jamnya...42.500* Berarti setiap menitnya... 7 ribu!* Ayo guys, jangan sampe uang kita terbuang cuma buat bengong ya nanti!" kata gue dengan semangat.

(*setelah gue coba hitung dikalkulator, hasilnya bukan segitu)

Akhirnya kita berempat memesan karcis dan meminjam sepatu. Setelah semuanya sudah siap. Saatnya meluncur.

(Sebenarnya gue sangat malu untuk mengingat hal ini, tapi urat malu gue sudah kabur keujung dunia, jadi yasudahlah.)

Gue memasuki rink, dengan keadaan sangat licin serta kagok...

Dan dalam langkah pertama saja, gue sudah kepeleset.

Oya gue belom bilang, perlu diketahui, sky rink di MTA pada hari libur sekolah, ramenya minta ampun. Jadi bayangin aja ada berapa banyak orang yang keluar masuk, mengatri-ngantri giliran sambil berdesak-desak, dengan menggunakan sepatu besi.

Disaat gue kepeleset, gue reflek memegang orang, dan karena temen-temen gue masih jauh, yang berhasil tertangkap adalah anak laki-laki kecil yang entah siapa dia nggak kenal soalnya belum kenalan. Gue kaget namun gue juga panik. Adik tersebut sepertinya enggan dipegang oleh gue, lalu dia melepas tangan gue darinya dengan semangat. Sesaat, hati gue terluka. Tapi untung Mudi langsung mengulurkan tangannya untuk membantu gue berdiri.

Gue sama Mudi berjalan pegangan sangat hati-hati, gue mencari-cari kemana perginya sampis-sampis lainnya, ah paling mereka kayak gue juga. Lalu akhirnya gue menemukan mereka, berseluncur dengan sangat cantik ditengah rink...

"WOY! Mana katanya nggak bisa!" teriak gue pada mereka setelah akhirnya kita berkumpul.

"Kan belajar, Ca." jawab mereka.

Dan memang benar, mereka memperhatikan setiap orang yang lewat dan meniru gaya skatingnya. Gue merasa cupu, gue ikut juga pengen kayak mereka. Gue bertekad untuk bisa! Gue gak mau kalah sama bocah yang bisa ngebut berseluncur dan sampe bisa muter-muter diudara. Kalo dia bisa, kenapa gue nggak? Apa yang membedakan gue sama dia, kita sama-sama makan nasi kok! Ah, emang sesusah apasih...

.....

Setelah jatoh hampir setiap saat gue jalan (atau bahkan waktu berdiri doang)
Gue sadar, anak kecil yang bisa muter-muter itu makannya bukan cuma nasi, tapi juga waktu yang dia habiskan buat latian terus menerus. Dan gue yakin hari pertama dia latian pasti juga sama kayak gue sekarang. Yasudahlah, kapan-kapan aja gue bisanya... Dan dengan segampang itu, gue menyerah.

"Mana Ca, katanya gamau 85.000 terbuang cuma buat berdiri di es doang" kata salah satu sampis.

"Berisik lu..."

Akhirnya dalam waktu yang tersisa, gue selalu pegangan tangan ke sampis-sampis yang sudah tidak terlalu sampis itu. Merekapun dengan sabar bergilir ngawasin gue.

Setiap kali gue jatoh, pasti dengan posisi terabsurd yang bisa dilakukan oleh seorang manusia. Untungnya gue sudah lama hilang kepedulian dengan image gue. Dan gue lebih peduli dengan nasib tulang-tulang gue yang harus bertatap muka dengan batok es dibawah ini.

Ketika gue sudah siap-siap pasrah pengen diseret aja, tiba-tiba ada pengumuman kalau es mau dilapisin lagi, jadi semua pengunjung harus keluar dulu dan menunggu...

"Yaahh... Padahal masih pengen lagi." kata gue. Maksud dibalik itu: "Akhirnya, daritadi kek pantat gue udah memar tauk."

Kita semua pulang dengan sangat capek, tapi juga dengan pengalaman yang lumayan seru. Waktu bersama teman mau sesakit dan sememalukan apapun itu, selalu waktu yang seru.

"Hhhh capek ya, tapi seru." kata gue kepada Celi yang sedang menyetir ketika sudah dekat dengan rumah gue.

"Iya, seru gue ngeliatin lu jatoh-jatoh gak jelas." balasnya, dan gue hanya bisa terdiam malu.

Terimakasih sudah membaca, sekarang gue sedang tergeletak di tempat tidur tidak mampu ngapa-ngapain lagi. Bahkan ngeflush toilet aja perlu tenaga yang cukup kuat. Dan lagi dengan tulang seperti ini, gue tetep harus latian nyetir. Oh that reminds me, that's a funny story too, I'll get to that later.

A.R.S.P
4:39 PM
2 hari sebelum taun baru.

Friday, December 25, 2015

Sorry I Love You

Ketika lo ingin menyukai seseorang atau sesuatu, tapi tidak berujung dengan ekspetasi lo... Ini cerita tentang bagaimana kadang suatu hal yang kau anggap buruk, namun sebenarnya tidak sepenuhnya... Buruk.

Sorry I Love You.
Itulah judul buku novel yang gue beli suatu hari di minimarket dekat rumah gue.
Entah kenapa waktu itu gue lagi gabut, jadi gue jalan kesana malam-malam, membeli sepotong eskrim dan novel yang seperti menghipnotis gue untuk membelinya.
Akhirnya dengan uang yang kebetulan ada, gue menukarkannya dengan buku tersebut.
Gue sengaja belum buka segelnya malam itu juga, tapi gue cukup gak sabaran.

Esoknya hari Senin di sekolah, dan karena setiap hari Senin gue selalu datang pagi-pagi sekali, gue sendiri di kelas karena yang lain belum dateng. Tapi untungnya, gue punya buku yang baru gue beli semalem! Asik, jadi gak gabut deh, batin gue.

Gue membuka segel buku tersebut... Dan mulai membaca halaman pertama.

Dan saat itu gue langsung tau.

Kalau gue sudah membuat suatu kesalahan...

Untuk seorang pembaca tulen seperti gue, pasti akan langsung peka dengan bahasa yang digunakan penulis pada halaman pertama akan mencerminkan halaman-halaman selanjutnya di keseluruhan buku itu.

Dan bahasanya itu...

Alay. Menandakan cerita novel itu akan menjadi norak.

Saat itu ada temen gue, Gusti, baru dateng. Gue langsung bilang ke dia, kalo gue baru aja menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak sebanding harganya.

"Haha iya, bahasanya alay banget. Ceritanya mirip drama-drama korea gitu lagi." ujarnya, makin menjelaskan.

Tapi kalian tau apa?
Gue dan juga Gusti, tetep ngelanjutin baca buku itu sampai habis.

Temen-temen sekelas gue menjadi saksi  raut wajah dan ekspresi gue yang selalu ke-jijian sama buku itu.

"Ngapain dilanjutin baca kalo jelek?" tanya Lanang saat dia melihat gue mencacimaki buku tersebut suatu hari.

"Untuk belajar dari kesalahan orang ya, Ca." Gusti mewakili gue untuk menjawab.

"Lol iya, buku ini harusnya judulnya: Sorry You Bought This Book! HAHAHA!" teriak gue. Namun, gue tetap melanjutkan membaca.

Beberapa hari berlalu bersama buku itu. Tanpa gue sadari sendiri, gue membacanya hari demi hari. Lembar demi lembar. Kadang diam-diam saat guru menerangkan, atau di sela-sela mengerjakan tugas, bahkan di saat gue lagi mules, buku itu selalu menemani gue. Buku itu, sudah melekat pada diri gue, lebih dari yang gue tau. Sial.

Gustipun sama, ketika dia sudah jenuh dalam mengerjakan soal latihan matematika, dia membaca buku itu untuk melepas penat. "Malah makin penat kali Gus." kata gue suatu kali.

"Tapi gitu-gitu dia udah berhasil nerbitin 1 novel, elu mana!" marah Gusti, tiba-tiba.

"Hmm iya juga ya... Eh lo kenapa tiba-tiba jadi bijak gini! Kayaknya lo sama aja ngehinanya kayak gue!" balas gue.

"Hehehe..." tawa Gusti.

Namun, ada 1 bab pada buku itu yang akan selalu gue ingat. Ketika sang tokoh utama mengibaratkan sebuah balon yang lepas dan terbang tidak akan dapat diambil kembali, sama seperti teman yang sudah kita abaikan dengan sendirinya akan pergi mencari hidup baru.

Pada saat itu gue tau, kalau buku itu tidak seburuk yang gue kira.

Lalu datanglah harinya. Gue masih ingat sangat persis, waktu itu jam setelah olahraga dan guru untuk pelajaran selanjutnya tidak datang. Ada mudi di samping gue dan ada 2 temannya, Bayu dan Lanang, di sebrang kami. Saat dimana, setelah 2 minggu lamanya, gue menghabiskan buku itu!

"SELESAAAAAIIII!!" teriak gue dan melempar bukunya.

"Yeaaay akhirnya ya..." teman-teman gue bertepuk tangan kecil.

Dari situlah gue sadar, kalau seburuk rupa apapun novel itu, penulisnya udah berhasil nulis sampai abis. Dan gue juga tetep baca sampai selesai.

Gue bisa ngejudge apa? Gue belum pernah nulis sampe 1 novel selesai, mau nulis cerbung aja masih ngegantung terus gak lanjut-lanjut. Emang sih tulisan dan cerita sang penulis gak terlalu bagus, tapi... Dia udah 1 buku lebih maju dari gue. Dan selamanya akan begitu, kalau gue terus ngejudge dia tanpa melakukan suatu aksi.

Terimakasih sang penulis, yang ternyata hanya 1 tahun lebih tua dari gue, telah membuat gue sadar. Juga teman-teman sekelas gue yang menjadi motivasi gue menyelesaikan membaca buku tersebut. Sekarang gue akan baca lebih banyak buku dari minimarket, lalu mencacimakinya satu-satu. Loh.

JK, gue akan mulai lebih mengapresiasi karya mau sesederhanapun itu, yang telah dibuat dengan susah payah, karena kita nggak tahu mereka udah melalui apa sampai bisa seperti sekarang.

Terimakasih Sorry I Love You...
Sorry I Hate You...

A.R.S.P
5:47 AM
Sat, 26 Des 2015

Friday, December 11, 2015

Puzzle Theory

You know you have the right piece when it fits your jigsaw puzzle
No matter how the empty space seems to be so much different from the others
But there's only one that belong there
I never knew anything about all of this
Until my whole lives turns upside down
You just need to be brave to find out
You have to look for it and not just waiting for the day to come
And then when it arrives, greet it with a smile
Because no matter how hard the journey is
Or how much that it would take,
In the end, everything was worthed.
It may be hard to believe,
But you just have to find that one perfect piece.
And then, you will understand.

A.R.S.P
3:22 am
12 12 15