Friday, December 25, 2015

Sorry I Love You

Ketika lo ingin menyukai seseorang atau sesuatu, tapi tidak berujung dengan ekspetasi lo... Ini cerita tentang bagaimana kadang suatu hal yang kau anggap buruk, namun sebenarnya tidak sepenuhnya... Buruk.

Sorry I Love You.
Itulah judul buku novel yang gue beli suatu hari di minimarket dekat rumah gue.
Entah kenapa waktu itu gue lagi gabut, jadi gue jalan kesana malam-malam, membeli sepotong eskrim dan novel yang seperti menghipnotis gue untuk membelinya.
Akhirnya dengan uang yang kebetulan ada, gue menukarkannya dengan buku tersebut.
Gue sengaja belum buka segelnya malam itu juga, tapi gue cukup gak sabaran.

Esoknya hari Senin di sekolah, dan karena setiap hari Senin gue selalu datang pagi-pagi sekali, gue sendiri di kelas karena yang lain belum dateng. Tapi untungnya, gue punya buku yang baru gue beli semalem! Asik, jadi gak gabut deh, batin gue.

Gue membuka segel buku tersebut... Dan mulai membaca halaman pertama.

Dan saat itu gue langsung tau.

Kalau gue sudah membuat suatu kesalahan...

Untuk seorang pembaca tulen seperti gue, pasti akan langsung peka dengan bahasa yang digunakan penulis pada halaman pertama akan mencerminkan halaman-halaman selanjutnya di keseluruhan buku itu.

Dan bahasanya itu...

Alay. Menandakan cerita novel itu akan menjadi norak.

Saat itu ada temen gue, Gusti, baru dateng. Gue langsung bilang ke dia, kalo gue baru aja menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak sebanding harganya.

"Haha iya, bahasanya alay banget. Ceritanya mirip drama-drama korea gitu lagi." ujarnya, makin menjelaskan.

Tapi kalian tau apa?
Gue dan juga Gusti, tetep ngelanjutin baca buku itu sampai habis.

Temen-temen sekelas gue menjadi saksi  raut wajah dan ekspresi gue yang selalu ke-jijian sama buku itu.

"Ngapain dilanjutin baca kalo jelek?" tanya Lanang saat dia melihat gue mencacimaki buku tersebut suatu hari.

"Untuk belajar dari kesalahan orang ya, Ca." Gusti mewakili gue untuk menjawab.

"Lol iya, buku ini harusnya judulnya: Sorry You Bought This Book! HAHAHA!" teriak gue. Namun, gue tetap melanjutkan membaca.

Beberapa hari berlalu bersama buku itu. Tanpa gue sadari sendiri, gue membacanya hari demi hari. Lembar demi lembar. Kadang diam-diam saat guru menerangkan, atau di sela-sela mengerjakan tugas, bahkan di saat gue lagi mules, buku itu selalu menemani gue. Buku itu, sudah melekat pada diri gue, lebih dari yang gue tau. Sial.

Gustipun sama, ketika dia sudah jenuh dalam mengerjakan soal latihan matematika, dia membaca buku itu untuk melepas penat. "Malah makin penat kali Gus." kata gue suatu kali.

"Tapi gitu-gitu dia udah berhasil nerbitin 1 novel, elu mana!" marah Gusti, tiba-tiba.

"Hmm iya juga ya... Eh lo kenapa tiba-tiba jadi bijak gini! Kayaknya lo sama aja ngehinanya kayak gue!" balas gue.

"Hehehe..." tawa Gusti.

Namun, ada 1 bab pada buku itu yang akan selalu gue ingat. Ketika sang tokoh utama mengibaratkan sebuah balon yang lepas dan terbang tidak akan dapat diambil kembali, sama seperti teman yang sudah kita abaikan dengan sendirinya akan pergi mencari hidup baru.

Pada saat itu gue tau, kalau buku itu tidak seburuk yang gue kira.

Lalu datanglah harinya. Gue masih ingat sangat persis, waktu itu jam setelah olahraga dan guru untuk pelajaran selanjutnya tidak datang. Ada mudi di samping gue dan ada 2 temannya, Bayu dan Lanang, di sebrang kami. Saat dimana, setelah 2 minggu lamanya, gue menghabiskan buku itu!

"SELESAAAAAIIII!!" teriak gue dan melempar bukunya.

"Yeaaay akhirnya ya..." teman-teman gue bertepuk tangan kecil.

Dari situlah gue sadar, kalau seburuk rupa apapun novel itu, penulisnya udah berhasil nulis sampai abis. Dan gue juga tetep baca sampai selesai.

Gue bisa ngejudge apa? Gue belum pernah nulis sampe 1 novel selesai, mau nulis cerbung aja masih ngegantung terus gak lanjut-lanjut. Emang sih tulisan dan cerita sang penulis gak terlalu bagus, tapi... Dia udah 1 buku lebih maju dari gue. Dan selamanya akan begitu, kalau gue terus ngejudge dia tanpa melakukan suatu aksi.

Terimakasih sang penulis, yang ternyata hanya 1 tahun lebih tua dari gue, telah membuat gue sadar. Juga teman-teman sekelas gue yang menjadi motivasi gue menyelesaikan membaca buku tersebut. Sekarang gue akan baca lebih banyak buku dari minimarket, lalu mencacimakinya satu-satu. Loh.

JK, gue akan mulai lebih mengapresiasi karya mau sesederhanapun itu, yang telah dibuat dengan susah payah, karena kita nggak tahu mereka udah melalui apa sampai bisa seperti sekarang.

Terimakasih Sorry I Love You...
Sorry I Hate You...

A.R.S.P
5:47 AM
Sat, 26 Des 2015

No comments:

Post a Comment