Thursday, March 17, 2016

18 tahun.

Berawal dari hari dimana gue marah kepada cowok gue yang telah menjengkelkan dari sehari sebelumnya gara-gara bales lama terus dan bahkan sampe ketiduran PADAHAL UDAH JANJIAN MAU TELFONAN.

Awalnya, gue merasa, ah, doi paling sengaja, biar bikin gue marah terus nanti di suprisein gitu. Gue gamau marah ah biar kesannya gue ga ketipu, hah mampus lo siapa sekarang yang dikerjain!

(pada kemudian hari ternyata kenyataannya dia memang tidak sengaja bikin gue marah, emang udah ngeselin dari sananya.)

Di sekolahpun dia telat dateng, gue pura-pura tidak peduli padahal gue liatin terus pintu kelas sampe dia dateng. Namun, seusai upacara pun, dia tak kunjung ada.

Gue berusaha senormal mungkin dihadapan teman-teman, dan walaupun hari itu di sebelah gusti kosong, gue tetap memilih untuk duduk bersamanya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan dia muncul, gue sok memalingkan wajah, terus dia langsung menyalami gue dan mengucapkan selamat ulang tahun dan sebagainya, gue bingung harus gimana, karena gue mengharap lebih dia sebagai cowok gue.

Dia minta maaf karena dia ketiduran semalem, "Aku minta maaf."
Gue dengan sok cuma jawab, "Minta maaf kenapa?"
"Karena gangucapin kamu secepatnya dan gak nelpon kamu padahal udah janji."
Gue yang tadinya pengen gak marah, mendengar dia dengan perlahan menyebutkan satu per satu kesalahannya, malah bikin gue ingat kembali kenapa gue harus marah. Alhasil, gue langsung kembali bete dan nyuekin dia seharian, padahal kita udah duduk sebelahan.

Di hari ulang tahun gue, yang harusnya gue habiskan dengan bahagia, malah jadi sebaliknya. Gue coba untuk fake a smile seharian dan mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya, gue juga memikirkan teman-teman laknat gue yang biasa banget di hadapan gue. Bodo ah, gue gamau pulang cepet-cepet ke rumah biar gak nungguin apa-apa. batin gue (padahal masih ngarepin di suprisein)

Gue juga bilang ke teman-teman kalo gue mau bimbel, tetapi lucunya semua orang yang gue tanya bimbel apa nggak menjawab dengan jawaban yang sama: "Nggak ah ngapain bimbel, nggak guna juga."

Curiga akhirnya merajai nalar gue, tapi tetep, gue tidak berharap apa-apa.

Ketika sudah waktunya untuk pulang, tiba-tiba Mr Pur, wali kelas gue, memarahi gue karena sepatu gue yang sudah kumel, karena setiap hari juga dimarahi, gue ga merasa ada sesuatu yang aneh. Namun, tiba-tiba pintu terbuka, kue datang di bawa ucup sambil berteriak, "Happy birthday, Iyo!" padahal adanya gue disitu.

Ternyata Mr Pur sebenernya pengen bikin kejutan buat gue tapi gagal karena kuenya terlalu cepat datang. Dan gue tau dalang dari semua ini hanyalah satu orang: bukan mudi, atau gusti, atau teman-teman sampis gue yang lain, tapi orang itu adalah, nyokap gue.

Entah kenapa padahal gue udah 18 tahun, tapi mama masih pengen ngirimin gue kue ke sekolah. Mah, aku 18 tahun, bukan 18 bulan.

Lalu iyopun datang berkumpul denganku, teman-teman bertepuk tangan dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Gue senyum-senyum dan hanya mengikuti acara. Berdoa, tiup lilin, potong kue, makan kue, beresin kue, ekskresikan kue dan pulang.

Akhirnya tiba saatnya berpisah dengan teman-teman, gue menelpon mama apakah supir gue sudah menjemput apa belum, lalu mudi mendengar (re: menguping) dan dia bilang, "Pulang sama aku aja"

Karena keadaan hati gue yang masih jengkel kepadanya, gue menolak, "nggak usah udah ada pak agus"

"Tapi aku mau kasih hadiah dulu buat kamu"

"Yaudah besok aja"

"Gabisa harus hari ini"

"Ya gimana aku udah ditungguin"

"Plis ca minggu ini sekali aja deh aku nganter kamu" <--seakan gue setiap hari baper sama dia gamau diajak pulang

Lalu dia akhirnya bilang, "Aku yang bilang deh ke mama kalo kamu pulang sama aku"

Dan gue berhasil diluluhkannya.

Akhirnya gue duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Gue ingin melupakan kesalahan dia dan ingin bahagia saja, di mobil juga gue coba ngomongin ke dia, tapi dia dengan ngeselin tingkat overnya cuekin gue dan main hape.

"EHHH KENAPA SIH KOK MALAH MAIN HAPEE!!"
"Iyaiya ini grup rame banget"
"Grup apa?"
"Grup perpustakaan"
"Geng perpustakaan yang isinya temen-temen kamu waktu sd yang culun jadi nongkrongnya di perpus terus?"
"Iya, solid kan!"
"Hmm... Iya solid juga ya..."

Setelah beberapa lama keliling-keliling, mama menelpon, "Ca kamu dimana?" "Iya ini lagi keliling di jalan" "Cepet pulang jangan lama-lama!" "Iyaiyaa" dan akhirnya gue gak sempet ngomong ke mudi dan kita menuju rumah gue.

Gue lalu merenung, sebentar lagi gue sampai rumah dan hari ulang tahun gue hanya sekedar ini saja, mudi hanya akan memberi gue hadiah dan lalu selesai.

Sesampainya di rumah, entah kenapa mudi nggak muter balik di tempat biasanya, lalu dia parkirkan mobil, dan bilang "Yang, kamu bisa ambilin gunting gak?" gue yang bingung dan udah lelah dengan kelakuan dia yang minta di tabok setiap dia buka mulut, hanya bisa membalas, "Gamau. Ambil aja sendiri."

"Heeh kok gitu!"
"Lagian. Kenapa gak dari kemaren2 guntingnya."
"Ayo dong sayang, bentar aja"
"Hhhh yaudah yaudah"
Lalu gue turun dari mobil, dan dia ikutan. Gue bingung, kan gue doang yang disuruh ambil gunting ngapa dia ngikut.

.
.
.

Lalu ketika sudah sampai di garasi rumah, terdengar suara bising yang tak asing.
Suara teriakan teman-teman sampis tercinta.
Gue hanya bisa memasang muka males di depan mudi, dan dia menyuruh gue buka pintu.
Gue pun mendorong pintu, dan apa yang ada di depan gue, sungguh absurd.

Tiba-tiba ada seorang lanang dan ochi, berlari melintas ruang tamu gue. Lalu ada gusti di balik tembok, sambil memegang balon air bersiap melempar ke gue namun berubah pikiran di tengah jalan dan kembali mengumpat lagi. Wtf. Sejenak, gue merasa rumah gue telah berubah menjadi sekolah.

Dhana keluar dan langsung teriak, "serang icil!!!"
Tiba-tiba semua bermunculan satu persatu dengan balon air mengejar gue keluar rumah. Mereka menimpuk gue dan berharap balon itu untuk pecah dan membasahi tubuh gue, namun kenyataannya, balon itu tidak pecah sama sekali dan hanya menghantam badan gue dengan massa yang berat itu. Bahkan sampai lingga langsung mengarah ke kepala gue, tapi yang terjadi hanyalah gue meringis kesakitan karena merasa telah tertimpuk sama bola sepak beneran.

Ochi langsung berpikir untuk rencana selanjutnya, membasahi gue dengan selang karena ternyata balon berisi air tidak berguna apa-apa.

Dalam keadaan chaos seperti itu, gue memperhatikan satu-satu, semua temen di geng gue ada. Gusti, ochi, dhana, lingga, bayu, lanang, hisyam. ya kecuali 2 orang (fikri dateng abis itu pas lagi makan-makan doang, dan celi gabisa dateng soalnya ada inten) tapi bahkan yang gue tidak harapkan untuk datang, ada.

Walaupun sehabis itu gue udah kedinginan kayak cihuahua, gue senang karena mudi telah menepati janjinya.

*flashback beberapa minggu yang lalu*

"Ayang, aku boleh minta sesuatu gak sama kamu?"
"Apa yang?"
"Buat ulang tahun aku nanti... Kumpulin temen-temen kita ya? Aku kangen banget sama kita semua... Aku ngerasa kita agak merenggang akhir-akhir ini."
"Iya... Aku usahain ya."

Gue dengan sikap suudzon gue, sempet berpikir kalo mudi gabakal bisa sebenernya, tapi ternyata gue salah, untung gue salah, karena hari yang tadinya gue kira bakal bahagia tapi ternyata menyedihkan tapi akhirnya... kembali lagi jadi bahagia.

Hari di habiskan dengan kita makan bersama, yang ternyata hidangannya telah di masak oleh mama gue dan beberapa asisten lainnya, ternyata mereka bersengkongkol dengan teman-teman udah ngerencanain ini dari kemaren tanpa sepengetahuan gue.

Setelah main 1 game werewolf, dan foto-foto di tangga karena disuruh mama. Teman-teman akhirnya pulang meninggalkan rumah gue dengan perut kenyang dan capek habis banyak ketawa. Lalu sebelum mudi pulang, dia tiba-tiba menawarkan sebuah martabak. Dan gue dengan anehnya, juga langsung mau aja ditawarin.

"Hah martabak?"
"Iya, hadiah ulang tahun kamu martabak."
"Hmm yaudah mana"

Kita kembali ke mobil dia, dan ia menyuguhkan sebuah kotak putih yang tipis, emang sih keliatan kayak martabak. Tapi gue curiga, mana ada martabak setipis ini. Dan ketika gue buka...

JREEEENGGGG!!!
Ternyata isinya adalah sebuah clapper board.
Iya, clapperboard yang dipake buat sutradara kalo bikin film.
Gue emang sempet bilang ke dia ketika dia nanya gue mau apa ("Pokoknya sesuatu yang semua sutradara punya!" dan dia membalas "Apa, toa?" "...") tapi dia juga bilang kalo itu lumayan mahal dan dia sempet nanya "Kalo hadiah kamu bukan yang kamu mau, gapapa kan?" dan gue pun hanya bisa mengerti dan akan terima apapun yang dia berikan.

Tapi ternyata, dia berhasil bikin gue terkejut dengan riang lagi, gue kesenengan dan teriak-teriak pas liat itu untuk pertama kali. Yang bikin lucu ya tulisan di clapperboardnya itu, ketika dia berusaha melawak. Dan di kolom "Director" dia menulis nama gue.

Akhirnya gue memperoleh clapperboard pertama gue, yang diberikan oleh aktor pertama gue, padahal gue masih sutradara amatiran yang masih belajar juga. Tapi gue akan terus berjuang dan tidak akan mengecewakan teman-teman dan keluarga gue yang sudah memberi kepercayaannya.

Setelah berbahagia dengan si dia, akhirnya gue kembali masuk rumah dan dia pulang.

Malamnya, gue dengan keluarga gue menyantap steak gratis yang bisa diperoleh setiap kali ulang tahun. (dan ternyata ada kue lagi dateng dikasih mas-masnya sambil nyanyi happy birthday terus diliatin se-restoran)

Gue bersyukur malam itu, hari ulang tahunku ke 18, ulang tahun terakhirku di masa SMA. Gue habiskan bersama seluruh keluarga dan sahabat. Gue bahagia, dan untuk pertama kalinya, gue  tidak harus memaksa diri sendiri untuk tersenyum.

Terimakasih ya Allah, terimakasih mama, terimakasih mudi (maaf udah marah sama kamu seharian, ternyata semua kesalahan kamu terbayarkan), dan terimakasih ke 10 temanku yang lainnya.

I'll see you soon, 14th of March.

(Written in 17-18 March 2016)

No comments:

Post a Comment