Thursday, December 31, 2015

2015!

Untuk me recap kenangan-kenangan gue di tahun 2015 ini, gue sudah membuat sebuah kompilasi vlog. Gue sempet pengen jadi vlogger, tapi nyatanya gue males banget edit atau selesai ngevlog sampe abis, jadi kurang lebih vlog ini satu-satu sebenernya ga lengkap, tapi kalo digabung, yaaaa jadi lumayan keren. Semua klip gue masukin tidak secara kronologis, dan semua yang ada di video itu adalah kenangan favorit gue di 2015. Banyak tentang keluarga, sodara-sodara, dan sahabat. Paling banyak sih sahabat. Gue pengen nulis satu-satu tentang hari tersebut, tapi sepertinya nggak keburu, dan datanglah ide membuat kompilasi ini.

Linknya ada disini:



(Sengaja gue taro disini dulu, biar promosiin blog sekalian lol.)
Editnya emang gitu-gitu aja, soalnya buru-buru ditungguin sodara buat gebuk-menggebuk di Super Smash Browl. Gatau mereka kalo gue jago.

Cant wait to make another memories next year.
Enjoy the rest of your night, peeps.
Goodnight, and happy new year.

ARSP
9:50 PM
Malam tahun baru

Wednesday, December 30, 2015

Chaotic Ice Skating

Pada suatu hari, atau kemaren, gue baru aja ice skating sama temen-temen tercinta dan tersampis. Yaitu: Celi, Semok dan Mudi. Mereka emang udah pengen ice skating dari lama, gue awalnya sempet gamau karena semua orang lagi kesana dan gue juga gabisa ice skating, terakhir belajar sekali pas SD doang, jadi ngapain gue buang-buang uang buat something yang cuma bakal bikin gue sakit gara-gara jatoh di batu es. Tapi sekali lagi, cinta gue kepada teman-teman sangat besar melebihi cinta tikus kepada keju. Akhirnya, guepun ikut.

Di mobil, gue bertanya kepada Celi.

"Lo emang udah pernah ice skating Cel?"

"Hmmm sekali doang sih pas SMP."

"Terus, sekarang masih bisa?"

"Nggak, gue udah lupa."

....Oke.

Lalu gue berpaling kepada Semok.

"Kalo lo, Sem?"

"Belom pernah sama sekali."

Hmmhmmhmm...

Gue menanyakan hal yang sama kepada Mudi, dan jawabannya pun sama.

Untuk sesaat gue lebih percaya diri, ya setidaknya bukan cuma gue doang yang gabisa. Ekspetasi gue adalah: gue dan ketiga teman-teman gue yang gabisa semua, jalannya sambil berpegangan tangan semua sampai membentuk lingkaran. Hahaha, lucu juga. Guepun, semakin semangat untuk ice skating.

Setelah sampai di Mall Taman Anggrek, makan siang, dan mengantri selama mungkin 30 menit (baca: ngetawain orang-orang berjatuhan yang lagi main di rink dari luar).

Di aturannya gue melihat kalau 2 jam itu sudah terhitung dari waktu karcis sudah dibeli, sampai meminjam sepatu, merapihkan loker, lalu masuk dan keluar lagi.

"Waduh, kita berarti nggak bisa buang-buang waktu nih nanti bisa rugi! Kalo 85 ribu per 2 jam, berarti 1 jamnya...42.500* Berarti setiap menitnya... 7 ribu!* Ayo guys, jangan sampe uang kita terbuang cuma buat bengong ya nanti!" kata gue dengan semangat.

(*setelah gue coba hitung dikalkulator, hasilnya bukan segitu)

Akhirnya kita berempat memesan karcis dan meminjam sepatu. Setelah semuanya sudah siap. Saatnya meluncur.

(Sebenarnya gue sangat malu untuk mengingat hal ini, tapi urat malu gue sudah kabur keujung dunia, jadi yasudahlah.)

Gue memasuki rink, dengan keadaan sangat licin serta kagok...

Dan dalam langkah pertama saja, gue sudah kepeleset.

Oya gue belom bilang, perlu diketahui, sky rink di MTA pada hari libur sekolah, ramenya minta ampun. Jadi bayangin aja ada berapa banyak orang yang keluar masuk, mengatri-ngantri giliran sambil berdesak-desak, dengan menggunakan sepatu besi.

Disaat gue kepeleset, gue reflek memegang orang, dan karena temen-temen gue masih jauh, yang berhasil tertangkap adalah anak laki-laki kecil yang entah siapa dia nggak kenal soalnya belum kenalan. Gue kaget namun gue juga panik. Adik tersebut sepertinya enggan dipegang oleh gue, lalu dia melepas tangan gue darinya dengan semangat. Sesaat, hati gue terluka. Tapi untung Mudi langsung mengulurkan tangannya untuk membantu gue berdiri.

Gue sama Mudi berjalan pegangan sangat hati-hati, gue mencari-cari kemana perginya sampis-sampis lainnya, ah paling mereka kayak gue juga. Lalu akhirnya gue menemukan mereka, berseluncur dengan sangat cantik ditengah rink...

"WOY! Mana katanya nggak bisa!" teriak gue pada mereka setelah akhirnya kita berkumpul.

"Kan belajar, Ca." jawab mereka.

Dan memang benar, mereka memperhatikan setiap orang yang lewat dan meniru gaya skatingnya. Gue merasa cupu, gue ikut juga pengen kayak mereka. Gue bertekad untuk bisa! Gue gak mau kalah sama bocah yang bisa ngebut berseluncur dan sampe bisa muter-muter diudara. Kalo dia bisa, kenapa gue nggak? Apa yang membedakan gue sama dia, kita sama-sama makan nasi kok! Ah, emang sesusah apasih...

.....

Setelah jatoh hampir setiap saat gue jalan (atau bahkan waktu berdiri doang)
Gue sadar, anak kecil yang bisa muter-muter itu makannya bukan cuma nasi, tapi juga waktu yang dia habiskan buat latian terus menerus. Dan gue yakin hari pertama dia latian pasti juga sama kayak gue sekarang. Yasudahlah, kapan-kapan aja gue bisanya... Dan dengan segampang itu, gue menyerah.

"Mana Ca, katanya gamau 85.000 terbuang cuma buat berdiri di es doang" kata salah satu sampis.

"Berisik lu..."

Akhirnya dalam waktu yang tersisa, gue selalu pegangan tangan ke sampis-sampis yang sudah tidak terlalu sampis itu. Merekapun dengan sabar bergilir ngawasin gue.

Setiap kali gue jatoh, pasti dengan posisi terabsurd yang bisa dilakukan oleh seorang manusia. Untungnya gue sudah lama hilang kepedulian dengan image gue. Dan gue lebih peduli dengan nasib tulang-tulang gue yang harus bertatap muka dengan batok es dibawah ini.

Ketika gue sudah siap-siap pasrah pengen diseret aja, tiba-tiba ada pengumuman kalau es mau dilapisin lagi, jadi semua pengunjung harus keluar dulu dan menunggu...

"Yaahh... Padahal masih pengen lagi." kata gue. Maksud dibalik itu: "Akhirnya, daritadi kek pantat gue udah memar tauk."

Kita semua pulang dengan sangat capek, tapi juga dengan pengalaman yang lumayan seru. Waktu bersama teman mau sesakit dan sememalukan apapun itu, selalu waktu yang seru.

"Hhhh capek ya, tapi seru." kata gue kepada Celi yang sedang menyetir ketika sudah dekat dengan rumah gue.

"Iya, seru gue ngeliatin lu jatoh-jatoh gak jelas." balasnya, dan gue hanya bisa terdiam malu.

Terimakasih sudah membaca, sekarang gue sedang tergeletak di tempat tidur tidak mampu ngapa-ngapain lagi. Bahkan ngeflush toilet aja perlu tenaga yang cukup kuat. Dan lagi dengan tulang seperti ini, gue tetep harus latian nyetir. Oh that reminds me, that's a funny story too, I'll get to that later.

A.R.S.P
4:39 PM
2 hari sebelum taun baru.

Friday, December 25, 2015

Sorry I Love You

Ketika lo ingin menyukai seseorang atau sesuatu, tapi tidak berujung dengan ekspetasi lo... Ini cerita tentang bagaimana kadang suatu hal yang kau anggap buruk, namun sebenarnya tidak sepenuhnya... Buruk.

Sorry I Love You.
Itulah judul buku novel yang gue beli suatu hari di minimarket dekat rumah gue.
Entah kenapa waktu itu gue lagi gabut, jadi gue jalan kesana malam-malam, membeli sepotong eskrim dan novel yang seperti menghipnotis gue untuk membelinya.
Akhirnya dengan uang yang kebetulan ada, gue menukarkannya dengan buku tersebut.
Gue sengaja belum buka segelnya malam itu juga, tapi gue cukup gak sabaran.

Esoknya hari Senin di sekolah, dan karena setiap hari Senin gue selalu datang pagi-pagi sekali, gue sendiri di kelas karena yang lain belum dateng. Tapi untungnya, gue punya buku yang baru gue beli semalem! Asik, jadi gak gabut deh, batin gue.

Gue membuka segel buku tersebut... Dan mulai membaca halaman pertama.

Dan saat itu gue langsung tau.

Kalau gue sudah membuat suatu kesalahan...

Untuk seorang pembaca tulen seperti gue, pasti akan langsung peka dengan bahasa yang digunakan penulis pada halaman pertama akan mencerminkan halaman-halaman selanjutnya di keseluruhan buku itu.

Dan bahasanya itu...

Alay. Menandakan cerita novel itu akan menjadi norak.

Saat itu ada temen gue, Gusti, baru dateng. Gue langsung bilang ke dia, kalo gue baru aja menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak sebanding harganya.

"Haha iya, bahasanya alay banget. Ceritanya mirip drama-drama korea gitu lagi." ujarnya, makin menjelaskan.

Tapi kalian tau apa?
Gue dan juga Gusti, tetep ngelanjutin baca buku itu sampai habis.

Temen-temen sekelas gue menjadi saksi  raut wajah dan ekspresi gue yang selalu ke-jijian sama buku itu.

"Ngapain dilanjutin baca kalo jelek?" tanya Lanang saat dia melihat gue mencacimaki buku tersebut suatu hari.

"Untuk belajar dari kesalahan orang ya, Ca." Gusti mewakili gue untuk menjawab.

"Lol iya, buku ini harusnya judulnya: Sorry You Bought This Book! HAHAHA!" teriak gue. Namun, gue tetap melanjutkan membaca.

Beberapa hari berlalu bersama buku itu. Tanpa gue sadari sendiri, gue membacanya hari demi hari. Lembar demi lembar. Kadang diam-diam saat guru menerangkan, atau di sela-sela mengerjakan tugas, bahkan di saat gue lagi mules, buku itu selalu menemani gue. Buku itu, sudah melekat pada diri gue, lebih dari yang gue tau. Sial.

Gustipun sama, ketika dia sudah jenuh dalam mengerjakan soal latihan matematika, dia membaca buku itu untuk melepas penat. "Malah makin penat kali Gus." kata gue suatu kali.

"Tapi gitu-gitu dia udah berhasil nerbitin 1 novel, elu mana!" marah Gusti, tiba-tiba.

"Hmm iya juga ya... Eh lo kenapa tiba-tiba jadi bijak gini! Kayaknya lo sama aja ngehinanya kayak gue!" balas gue.

"Hehehe..." tawa Gusti.

Namun, ada 1 bab pada buku itu yang akan selalu gue ingat. Ketika sang tokoh utama mengibaratkan sebuah balon yang lepas dan terbang tidak akan dapat diambil kembali, sama seperti teman yang sudah kita abaikan dengan sendirinya akan pergi mencari hidup baru.

Pada saat itu gue tau, kalau buku itu tidak seburuk yang gue kira.

Lalu datanglah harinya. Gue masih ingat sangat persis, waktu itu jam setelah olahraga dan guru untuk pelajaran selanjutnya tidak datang. Ada mudi di samping gue dan ada 2 temannya, Bayu dan Lanang, di sebrang kami. Saat dimana, setelah 2 minggu lamanya, gue menghabiskan buku itu!

"SELESAAAAAIIII!!" teriak gue dan melempar bukunya.

"Yeaaay akhirnya ya..." teman-teman gue bertepuk tangan kecil.

Dari situlah gue sadar, kalau seburuk rupa apapun novel itu, penulisnya udah berhasil nulis sampai abis. Dan gue juga tetep baca sampai selesai.

Gue bisa ngejudge apa? Gue belum pernah nulis sampe 1 novel selesai, mau nulis cerbung aja masih ngegantung terus gak lanjut-lanjut. Emang sih tulisan dan cerita sang penulis gak terlalu bagus, tapi... Dia udah 1 buku lebih maju dari gue. Dan selamanya akan begitu, kalau gue terus ngejudge dia tanpa melakukan suatu aksi.

Terimakasih sang penulis, yang ternyata hanya 1 tahun lebih tua dari gue, telah membuat gue sadar. Juga teman-teman sekelas gue yang menjadi motivasi gue menyelesaikan membaca buku tersebut. Sekarang gue akan baca lebih banyak buku dari minimarket, lalu mencacimakinya satu-satu. Loh.

JK, gue akan mulai lebih mengapresiasi karya mau sesederhanapun itu, yang telah dibuat dengan susah payah, karena kita nggak tahu mereka udah melalui apa sampai bisa seperti sekarang.

Terimakasih Sorry I Love You...
Sorry I Hate You...

A.R.S.P
5:47 AM
Sat, 26 Des 2015

Friday, December 11, 2015

Puzzle Theory

You know you have the right piece when it fits your jigsaw puzzle
No matter how the empty space seems to be so much different from the others
But there's only one that belong there
I never knew anything about all of this
Until my whole lives turns upside down
You just need to be brave to find out
You have to look for it and not just waiting for the day to come
And then when it arrives, greet it with a smile
Because no matter how hard the journey is
Or how much that it would take,
In the end, everything was worthed.
It may be hard to believe,
But you just have to find that one perfect piece.
And then, you will understand.

A.R.S.P
3:22 am
12 12 15

Friday, November 13, 2015

"Tinggal sebentar lagi"

Masih sulit untuk gue menerima kenyataan kalau SMA sudah akan berakhir tanpa disadari, karena udah terlalu banyak yang ngomongin kalau UN sebentar lagi gue jadi enek sendiri dan malah ngerasa UN masih lama. Sekarang ga henti-hentinya diingatkan kalau UAS just right around the corner. 2 minggu lagi. Dan gue belum merasa sudah siap atau bahkan bersiap-siap untuk semua hal. Karena kadang, gue belum merasa kalo gue memprioritaskan sekolah gue, dan malah mementingkan hal lain. Otak gue kadang merasa gada di kelas ketika guru menerangkan, tau deh jalan-jalan kemana.

Tapi baru aja tersadari, ketika gue mendengar lagu yang sama kayak dulu ketika gue lagi latihan-latihan soal UN SMP. Gue baru mengingat semuanya lagi, betapa dulu gue rajin banget, sama gue juga inget semua hal yang gue pikirin saat itu juga.

Sebentar lagi, gue udah ga harus capek-capek belajar di sekolah, tapi pasti gue bakal kangen sekolah dengan segala isinya, kayak gue kangen SMP ketika gue SMA. Dan mungkin ketika gue udah kerja, gue bakal kangen masa-masa kuliah? Entah, tapi hidup akan terus berjalan dan waktu akan terus berputar. Tidak ada yang bisa bertahan selamanya, pasti orang akan bertambah tua dan makin banyak urusan yang dipikirkan.

Walaupun begitu, kita harus percaya kita bisa menggapai mimpi kita. Dan jangan berhenti percaya kalau kita bisa. Karena itu yang menyebabkan perjalanan kita menyenangkan. Kita boleh kangen, tapi nggak akan ada yang maju kalo kita terus nengok ke belakang dan menginginkan apa yang tidak mungkin untuk kembali. Kita harus percaya kalau masa depan akan memberikan yang terbaik. Dan jangan malah membuat kesalahan dengan sengaja karena nanti kedepannya  kita yang nyesel sendiri.

Sementara menggapai mimpi, fokus dulu sama apa yang ada di depan lo sekarang. Jangan malah biarin mereka jadi penghalang buat tujuan lo selanjutnya. Dan selalu nikmatin semua waktu yang ada, karena nggak selamanya lo bakal merasa seperti. Nikmatin semua kebiasaan dan semua perasaan pada saat ini. Buatlah kenang-kenangan yang menyenangkan untuk diingat suatu hari nanti.

Let's see how it's gonna go...!

A.R.S.P
14/11/15
2:45 pagi

Monday, November 9, 2015

Usbun or Usbun Not?

Jadi selama 3 hari kebelakang, gue mengalami pengalaman pertama gue sebagai orang sakit. Yang pada faktanya selama 17 tahun gue hidup, nggak pernah sekalipun ngerasain rasanya dirawat di rumah sakit karena suatu penyakit tertentu. (Kecuali 11 tahun yang lalu disaat kakak-kakak gue pada DB dan gue pengen ikutan dirawat jadi gue yang pada saat itu cuma sakit demam doang akhirnya ikut rawat inap...)

DAY 1
Dimulai pada hari pertama, yaitu hari Selasa. Gue merasakan sesuatu yang tidak biasa pada bagian perut kanan bawah gue, rasanya sakit banget pada saat itu, apalagi pas mau kencing, alhasil gue bilang ke nyokap. Reaksi nyokap lumayan panik, mungkin dilihat dari yang sakit itu bagian perut bawah kanan a.k.a gejala usus buntu. Gue yang pada hari itu emang pencernaannya lagi sakit, sangat santai dan mengira ini hanyalah gejala sembelit semata, apalagi gue mager banget karena udah capek dan ngantuk banget pulang dari sekolah. Gue bilang ke nyokap di tengah perjalanan menuju rumah sakit untuk memastikan. "Mam, ini mah paling cuma sembelit" karena gue termasuk orang yang sebenarnya pengen sakit, dan disaat akhirnya di cek ke dokter, hasilnya selalu nggak kenapa-kenapa dan malah menjatuhkan harapan gue. (iya emang aneh) Tapi nyokap gue kekeuh untuk mengantar gue.

Pada saat sampai ke rumah sakit, yang memang setiap hari kerja apalagi pas malem gapernah ada yang namanya sepi. Gue dengan mata gue yang sayup-sayup setengah sadar, mencoba untuk tidur di sofa ruang tunggu, mengharapkan nyokap gue mau duduk di sebelah gue buat dijadiin bantal, tapi ternyata beliau sedang asik berbincang dengan seorang wanita yang nggak pernah gue lihat sebelumnya. Yasudah terpaksa gue tidur dengan posisi sangat absurd, yah apa daya udah tepar stadium 5. Ketika akhirnya nama gue dipanggil, gue buru-buru masuk dan nyokap gue meninggalkan teman barunya. Dokter mulai menanyakan keluhan gue, yang gue jawab dengan seadanya saja. Dia menyuruh gue untuk tiduran biar diperiksa, yang merupakan bagian terbaik, karena gue bisa merem untuk beberapa detik dan itu sudah cukup. Tapi dokter tetap melakukan tugasnya, dia terus tanya-tanya apakah bagian ini sakit, dan ketika dia memencet satu spot di bagian yang sedari tadi emang bikin gue sakit, gue jawab dengan sangat melas. Lalu dia makin mencet-mencet lagi, dan selain dipencet, juga dilepas. "Kalau saya pencet sakit? Kalau saya lepas? Disini sakit gak? Pas di lepas?" dan rasanya gue udah bete banget gue udah jawab sakit berkali-kali tapi tu orang tetep nanya terus, dalem hati gue pengen jawab "Iye makin sakit gara2 lu pencet terus kampret" tapi dokter itu mempunyai kumis besar dan model rambut yang mengingatkan gue pada kepala sekolahnya nobita, jadi gue mengurungkan niat gue dalam-dalam.

Akhirnya pada detik penentuan, dokter bilang ke nyokap, kalau memang sepertinya gue megnidap usus buntu kronis. Kronis. Beda sama krisis. Beda sama akut. Misalnya dilevel maicih, kronis itu level basreng, akut itu level keripik singkong level 10. Tapi entah mengapa ini membuat panik nyokap gue, dan dokter langsung menyarankan kalau gue foto radiologi dahulu sebelum menindak lanjuti ke operasi. Yasudah. Gue kira akan begitu saja prosedurnya; foto - cek - operasi atau tidak operasi. Tapi kenyataannya, Tuhan tidak memberikan jalan secepat itu. Dan kalian akan tahu mengapa sesaat lagi. Sehabis keluar dari ruangan, gue kira tidak lama lagi gue akan bertemu dengan tempat tidur kesayangan gue, tapi sekali lagi, gue salah. Untuk menunggu obat, tidak memakan waktu yang cepat, dan anehnya lagi, ketika gue sudah mendapat obat, kartu asuransi gue tertukar dengan punya orang lain, untung ga gue bikin jadi sinetron dulu (hahahaha) Tetapi untungnya gue mendapat hiburan sembari menunggu, yang ternyata momen itu bisa gue abadikan di hape. Gue mendapat pertunjukan pribadi dari seorang anak perempuan, yang gue yakin jika 10 tahun nanti, jika dia kebetulan buka blog ini dan nonton video ini, dia akan langsung merubah jati dirinya, atau juga mungkin dia melihat dengan bangga karena sebenarnya di masa depan nanti dia memang betulan jadi penari yang handal.



DAY II & III
ini adalah hari-hari gue gamasuk sekolah, yang secara personal gue sangat senang sesenang-senangnya, karena emang gue lagi gak mood buat berada di sekolah, dan menjadi sedikit alasan gue bersyukur gue sakit. Nyokap suruh gue cepet-cepet mandi dan ke dokter, tapi karena ngantuk gue masih belum sembuh, gue minta waktu untuk tidur dulu. Dan ternyata kaget bangun-bangun sudah siang petang. Disana, gue foto di radiologi seperti yang direncanakan, tapi ternyata ada lagi yang harus gue penuhi. Setelah foto radiologi pertama, gue harus minum sebuah bubuk yang bernama barium biar memastikan kalau usus gue masih bisa mencerna dengan baik sekaligus fungsinya memberi warna pada usus. Tapi, gue harus minum cairan itu dan kembali lagi untuk difoto 10 jam berikutnya, dan gue gak boleh pup selama itu. Nyokap akhirnya menyarankan kalau gue pup dulu, baru minum bariumnya, jadinya kita makan yang banyak sepulang dari rumah sakit. Tapi dari jam 3 sore sampai malem, gue gabisa pup-pup. Nyokap bilang jangan memaksa, yasudah akhirnya sampe pagi besoknya gue gak pup-pup. Akhirnya gue paksa untuk minum dan mengira gue gabakal mau pup juga. Dan gue salah lagi, setelah gue minum bariumnya, gue malah mau pup.

Hari itu gue habiskan untuk menunggu barium sampai pada usus, baru difoto lagi. Yang merupakan hari paling tidak berguna, tapi tetep, seenggaknya, gue nggak sekolah. Disaat sudah sampai 10 jam setelahnya, gue foto lagi, gue berdoa dalam hati semoga usus buntunya tidak parah-parah banget. Dan setelah dilihat hasilnya yang pake istilah biologi yang sangat sulit untuk dimengerti manusia awam, nyokap mengira kalau gue sudah harus dioperasi secepatnya juga, yang bikin gue kaget, kayaknya kemaren baru kronis, kenapa tiba-tiba udah akut aja? Yasudahlah. Akhirnya gue bilang ke teman-teman gue, kalo gue akan dioperasi besoknya dan minta doa. Gue dengan sangat tegang mencoba berusaha untuk tenang. Karena gue nyesel habis baca ulasan tentang operasi usus buntu yang pasiennya masih akan bisa mendengar dokter dan suster-susternya berkutik mensayat-sayat perut kita. Yang menyebabkan pikiran gue kemana-mana dan tidak bisa tidur dengan tenang...

DAY IV
Besoknya, gue bangun dan bingung kenapa nyokap gue membiarkan gue tidur, padahal gue kira akan buru-buru pagi langsung pergi. Gue merasa males untuk dioperasi dan pengen bobo aja, tapi gue takut jika gue berlama-lama keadaan gue akan makin parah, gue membulatkan tekad dan dengan yakin bilang, saatnya untuk menyelesaikan ini sekarang juga. Pada pukul 8 pagi pun akhirnya gue, nyokap dan mas gue berangkat dari rumah dan menuju RS Metropolitan Medical Clinic alias MMC. Yang pertama kita lakukan adalah (dan sampai sekarang gue masih bingung) adalah pengecekan di dokter kandungan. Setelah selesai, gue kembali ke ugd, dan dipasang infus. Ini adalah salah satu momen paling mengerikan karena gue gapernah diinfus sebelumnya, dan rasanya tuh... kayak disengat lebah tapi sengatnya tuh masih akan terus nempel di tangan lo sampe lo udah sembuh dan boleh pergi dari RS itu. Gue meringis kesakitan dan sempet gaberenti-berenti ngeluarin air mata.

Setelah dipasang infus dan gue istirahat sebentar, suster mulai membawa jalan ranjang gue naik ke kamar rawat, gue mencoba menutup mata sepanjang perjalanan supaya gue gangeliat tatapan orang yang mengasiani gue. Pas sampai kamar... kamarnya itu lebih kayak kamar hotel daripada rumah sakit, dan enaknya lagi ada tv persis di depan tempat tidur, seperti kamar impian gue yang bisa seharian gabergerak dari tempat tidur kecuali buat pipis dan boker. Tapi gue tetep gamerasa berhak untuk mendapat kamar dan perawatan yang ekstra baik dari suster-susternya karena gue merasa gue belum sakit cukup parah untuk ke tingkat itu. Gue masih bisa jalan sendiri, mandi sendiri, makan sendiri... Tapi yasudahlah, gaboleh nolak rejeki. Disaat gue mengira gue bisa bobo dengan tenang, ternyata sorenya gue harus cek ct scan (semacam ronsen) yang ketika gue liat mesinnya pertamakali gue ngerasa gue bakal di teleport ke portal lain. Gue cukup menyesal karena di kamar tadi gue nonton The Fault in Our Stars yang ada scene Hazel lagi diperiksa di mesin yang sama, dan disaat itu pikiran gue mulai terbang kemana-mana. Gimana kalo gue kanker? Gimana kalo tumbuh tumor di badan gue? Gimana kalo gue harus jalan-jalan sambil ngirup tabung oxygen kemana-mana? Ya Allah, nauzubillahminzalik. Selama di ct scan gue gaberenti nangis sampe susternya nanya gue lagi kesakitan apa nggak, gue juga gaberenti dzikir supaya gue sehat-sehat aja.

Malam harinya di rumah sakit, memang kamarnya enak dan bikin nyaman, gue sama nyokap guengerasa kayak tinggal di hotel, tapi bedanya harus ada yang sakit dulu. Tapi senyaman-nyamannya tempat itu, gue gabisa tidur tenang kayak di rumah biasa. Gue gabisa tidur karena mikirin all the possibilities, gue mikirin kalo gue bakal mati muda, gue gabisa ngejar mimpi gue bikin film, gue gabisa lulus bareng temen-temen, dan ini bodoh tapi gue ngebayangin gue ngeliat pemakaman gue sendiri. Ketakutan itulah yang bikin gue enggan untuk kembali. Gue berdoa agar gue diberi kesehatan, dan gue takut setengah mati untuk mendengar hasil yang akan diberikan dokter esok paginya. Alhasil, gue baru bisa tidur jam setengah 2 pagi.

DAY V
Pagi-pagi gue terbangun, gue tau gue gabakal bisa tidur sampe siang, karena pasti bakal ada suster datang dan pergi memastikan keadaan gue, ngasih gue makan, ngasih obat. Ketika suatu saat, dokter datang, dan memberi kabar. Kalau hasil tes urin dan darah gue menunjukan hasil yang normal, leukosit normal alhamdulillah. Tetapi, dokter masih belum bisa ngeliat hasil ct scan, karena masih tertutupi oleh warna barium yang gue minum untuk foto radiologi tempo hari di permata. Gue harus balik lagi kesana 10 hari lagi, pas bariumnya benar-benar ilang. Dokter juga telah memberi keputusan kalau usus buntu gue belum terlalu perlu untuk dioperasi, dan untuk menunggu hasil ct scan, kalau emang ada sesuatu yang mengganjal didalam perut gue, bisa sekalian dioperasi.


cabut infus ni ye (setelah foto ini diambil, peristiwa yang terjadi selanjutnya sangat menyeramkan)




Siangnya, teman-teman gue datang menjenguk, tapi kecewa karena sudah bermacet-macetan selama 2,5 jam dan ternyata waktu sampai gue gajadi dioperasi (dasar teman-teman keparat, harusnya mereka seneng dong gue gajadi dioperasi? ini malah marah gara2 gue ternyata masih sehat-sehat aja pas ketemu mereka! sialan!)


pura-pura sakit deh biar seneng...


Dan gue bisa langsung pulang sore itu. Kembali ke rumah kesayangan. Dan tidur dengan nyenyak.

Selama 10 hari ini, gue akan mencoba untuk hidup sehat. Untuk tidak melakukan apa-apa yang mengancam kesehatan gue. Ya walaupun sakit bikin gamasuk sekolah, tapi jangan deh mengkhawatirkan mereka yang benar-benar peduli. Semoga hasilnya tidak menunjukan yang aneh-aneh, dan usus buntu gue bisa tersembuhkan tanpa perlu dioperasi... Amin Ya Rabb.

November 7 2015

Thursday, September 24, 2015

Doa untuk Kesayangan Tuhan.

Jadi, berita tentang 220 orang tewas karena sedang melaksanakan Jumroh di Mina Arab Saudi baru aja berkicau, gue yang kebetulan paginya liatin snapchat orang Hajji, kaget banget pas denger berita tersebut. Belum lama, Masjidil Harram tertimpa musibah dan menewaskan 80 orang, kenapa bencana  ini terjadi secara bertubi-tubi?

Oke, gue nggak biasa nulis sesuatu yang berbobot sangat berat, tapi entah mengapa ini mengusik gue dan alam-bawah sadar gue sendiri.

Dan gue pengen share tentang pendapat gue, mengapa Tuhan tega menewaskan umatnya yang sedang berbondong-bondong ingin beribadah dan mengabdi kepada-Nya?

Bismillahirohmanirohim,
dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih serta maha penyayang.

proses pelemparan jumroh

Jujur, gue merasa jengkel. Mereka udah seneng-seneng bisa berada disitu, perjuangannya juga gak mudah, ditambah biayanya dan tenaganya. Entah mereka udah bermimpi berapa lama untuk akhirnya bisa melempar Jumroh, atau hanya naik haji sekalipun. Kenapa Tuhan membalas dengan menewaskannya?

Yang gue rasa, sebenarnya jawabannya adalah, Tuhan menyayangi mereka, terlalu sayang, hingga menewaskannya di padang suci, dan langsung membawa mereka pergi ke Surga. Karena yang gue percaya, Tuhan nggak bakal ngelukain kita, Tuhan nggak bakal menjerumuskan kita ke jalan yang salah, seumur hidup gue, kalo kita ngerasa lagi sedih atau sial, itu hanyalah cara Tuhan untuk memberi kita hukuman dan pelajaran. Dan Tuhan nggak pernah salah.

Namun, keadaannya sungguh menyedihkan gue, gue kadang sedikit tidak terima, tapi itulah yang Tuhan ingin memperingatkan dan memberitahu kita, untuk tidak terulang lagi dan untuk kita menerima dengan ikhlas dan lapang dada.

Kita hanya bisa berdoa, kepada mereka yang belum berkesempatan untuk melempar jumroh di dunia ini, moga-moga mereka bisa melaksanakannya di dunia akhirat. Berilah kesabaran dan ketabahan kepada mereka yang kehilangan. Dan semoga insiden ini tidak terulang lagi, dan jangan sampai memberi kesan yang buruk terhadap Islam.

Amin Ya Rabbal Alamin.
Ashadualla ilahailallah wa ashadu anna muhammad rasulullah.
Wassalamualaikum warohmatulohi wabarakatuh.

Sept 2015.



Friday, September 18, 2015

Batu Kerikil Maut

Jatuh cinta itu seperti tersandung batu.
Iya. jadi rasanya kayak kita lagi enak-enak jalan dengan santai, damai dan tentram sentosa
Tiba-tiba ada batu yang kita nggak liat, mungkin batunya memang hanya batu kerikil
tapi kita tersandung karena itu, kita terjungkil balik
Kok bisa sih?
memang cinta nggak ada yang logis, cinta hanya dirasakan
kita nggak tau kapan kita jatuh cinta, atau kapan kita nggak lagi jatuh cinta
semua tuh terjadi gitu aja, tanpa ada peringatan
yaiyalah hati kita itu bukan bioskop, yang diingetin setiap studio udah kebuka
nggak ada tuh yang kasih tau kalo kita bakal ketemu orang yang kedepannya bakal jadi orang yang kita tergila-gilai dalam waktu yang nggak singkat
nggak ada tuh yang bilang, kalo hari itu kita bakal keilangan semua rasa yang dulu pernah ada tertanam di lubuk hati kita
apakah kita bisa menyalahkan cinta?
dia hanyalah insting, yang akan melakukan apa saja yang menurutnya benar, dan tidak akan melukai kita
mungkin, kita saja yang memang berlebihan menanggapinya?
cinta tidak bisa dibatalkan, kalau emang udah cinta, ya cinta.
kalau emang udah ga cinta, ya udah selesai.
gitu aja, gampang kan?
iyalah, ngomong doang soalnya.
tapi, nggak ada yang lebih menyedihkan, dari rasa kebahagiaan yang tidak boleh dirasakan.
ngerti nggak maksudnya? maksudnya ya kamu bahagia, tapi sebenernya kamu nggak boleh bahagia.
aku pernah merasakan itu, sekali. dan tidak akan pernah aku ingin merasakannya lagi.
aku ingin merasakan kebahagian ini, aku ingin mencintai, bukan dicintai saja.
walaupun susah, dan akan menimbulkan konflik
tapi ini lebih baik, dari selamanya menutupi kebahagiaanku.
aku ingin mengejar itu, sampai aku benar-benar merasa puas.
kamu juga ikutilah aku, untuk membela dirimu sendiri, dan merebut apa yang seharusnya menjadi milikmu.
buatlah musuh, tidak apa-apa, toh mereka juga nggak selamanya sama kita terus, lama-lama juga bosan
hiduplah seperti besok kau akan mati,
dan matilah dengan rasa perjuangan di jiwamu dan rasa puas di senyummu
jangan sia-siakan waktumu untuk bilang sayang ke orang yang salah
atau berlindung pada orang yang sebenarnyalah yang ingin kau hindari
hidup tidak sepanjang yang kita kira
gunakan lah semaksimal mungkin.
jangan diam saja, hey kamu
berdiri dan kejarlah dia, genggam tangannya, dan dekaplah dia
jika kau beruntung, dia akan membalas dekapanmu
jika tidak, mungkin dia bukanlah tulang rusukmu.
jangan menyerah, jangan terpuruk
pada setiap curamnya gunung, ada puncak yang sangat tinggi
lihatlah ke atas dan gapailah dia.
wanita pujaanmu.
dan juga mimpi-mimpimu.
sekian terimakasih, untaian kata-kata sebelum tidur.
selamat malam alam semesta.
Cibubur
September 18, 2015

Friday, September 11, 2015

Pesan 3 Baris

Bila kejujuran sudah mengundurkan diri
Kepercayaan akan menyusul runtuh
Ada dua mulut dalam satu wajah.

Bukan masalah usaha apa tidak
Sudah tidak ada lagi alasan untuk bersatu
Semua tumpah darah hanya berujung sia-sia

Tiada yang abadi
Waktunya sudah datang
Untuk berakhirnya suatu cerita

Terimalah hal ini
Ucapkan terimakasih
Dan lambaikan tangan

Kisah kasih kita penuh dengan sihir
Namun mantra ini terbatas
Saatnya untuk mencari keajiban baru

Kamu akan meninggalkan bekas
Yang tidak akan terhapus
Kenangan ini tidak akan pergi kemana-mana

Kasihku, maafkan lah
Aku ingin pergi sendiri
Pergilah juga kau, mencari insan dunia

Janganlah menyangkal,
Semuanya tidak sama seperti dulu
Dan tidak akan kembali sampai kapanpun itu

Aku pasti akan bertemu denganmu lagi
Tapi tidak sekarang
Bila takdir memang menyetujuinya.

Sampai jumpa lagi
Kawanku
Sampai bertemu di lain waktu.

Tuesday, August 4, 2015

Hari Terbaikku.

Semua orang pasti pernah mendapatkannya, hari terbaik di seumur hidup mereka.

Hari ini, harinya telah tiba untukku.

Berawal dari beberapa bulan yang lalu. Setelah aku pulang dari Singapur dan setelah acara besar sekolah.

Kami mendapat tugas untuk membuat film, diberi waktu 3 bulan full, tapi ide awal memang tidak pernah selalu benar, waktu itu terlalu banyak pikiran, antara aku dhana dan ochi, ketiga otak menjadi satu, namun hasilnya terlalu rumit dan kita kehabisan waktu, sampai akhirnya aku mendapat pencerahan.

sekitar 1 minggu sebelum deadline yg ditentukan, gue mulai berpikir untuk mengubah semua rencana, sebuah film pendek yang bisa dibuat dalam kurun waktu seminggu. untungnya waktu itu diilhami, gue meingat sebuah cerpen karya temen gue sendiri (yang akhirnya menjadi peran utama dalam filmnya), mudi, yg dibuat waktu kelas 10. ceritanya tuh tentang orang yang sial-sial teruss nah akhirnya gue dapat pencerahan, gimana kalo buat filmnya yang setipe seperti itu. yang simple, tapi lucu.

tapi emang mampu buat cuma seminggu?
iya, kita mampu.

dengan cara kita memanfaati semua waktu yang ada, tanpa tergantung dengan apapun, dan tinggal melakukannya saja.

kita awalnya pesimis, karena dibanding film-film lain, cuma film kelompok kita yang bergenre comedy. dengan kamera yang asal-asalan yang gak professional banget. tapi ternyata, usaha kita terbayarkan!

saat pemutaran film, tanpa disangka ternyata banyak sekali tawa dan teriak oleh penonton, bahkan di bagian yang kami tidak rencanakan untuk menjadi lucu. rasanya aku duduk melihat mereka semua ramai bersorak-sorak, tidak bisa terungkap oleh kata-kata. ini lebih baik dibanding saat ibu membelikanku sepatu baru. lebih baik dibanding aku dapat nilai 100. ini lebih baik dari segalanya, sesuatu yang aku benar-benar kerjakan bisa meraih suasana seperti itu. saat itulah aku merasa dalam titik tertinggiku. saat itulah aku  merasa, bahagia.

namun aku tersadar, ini tidak hanya sampai sini saja. ini adalah awal dari segalanya. aku bisa lebih baik dari ini. sesuatu yang lebih besar akan datang bila aku terus berusaha. ini hanyalah sebuah tepukan di pundak.

Thursday, July 23, 2015

"Maaf."

Aku disebutkan ketika untaian kata-kata sudah tidak lagi berguna
Aku dipercaya aku bisa memperbaiki situasi yang tak kunjung damai.

Mungkin mereka pikir ada mantra yang bisa terwujud dibalik artiku bila aku disebutkan berkali-kali
Berapa belas, berapa puluh, berapa ratusan kalinya,
Mereka pikir mereka bisa bergantung kepadaku.

Namun aku hanyalah sepenggal kata, yang tidak berarti apa-apa
Tanpa campur tangan hati, aku adalah omong kosong.

Manusia seharusnya sadar kalau aku sama saja tak bergunanya seperti teman-temanku yang lain
Kenapa mereka selalu mengharapkan bantuan dari aku?

Aku tidak bisa mengubah segalanya, aku tidak punya kuasa untuk itu!

Lidah-lidah yang terus-menerus menari
Tidak akan berhenti sampai mulut tertutup, terdiam
Pernahkah kau berpikir kalau aku lelah?

Mungkin kau para manusia, bisa menggunakan anggota tubuhmu yang lain
Yang lebih bisa mampu mengubah, memperbaiki keadaan
Tanpa harus menetapi janji-janji tersirat
Janji-janji yang tidak tahu apakah benar akan ditepati atau tidak sampai pada akhir zaman.

Tolong, tinggali aku sejenak.
Aku tidak ingin menjadi wakil-mu untuk menyakiti lebih banyak korban.
Bisakah kau mempertimbangkannya?

Salam kasih, Maaf.
24/7/15
ARSP

Tuesday, July 21, 2015

Puisi untuk Dilan.

Kehilangan yang harus diterima
Pertanyaan yang tidak harus dijawab
Kenangan yang akan terus tertanam
Masa lalu yang tidak lebih dari angin yang meninggalkan daun-daun jatuh di perjalanan.

Biarkanlah misteri menjadi misteri
Abaikan segala teka-teki
Walaupun membuat penasaran setengah mati.

Tidak semuanya memiliki alasan yang masuk akal
Kadang semuanya hanya terjadi
Dan berakhir begitu saja
Ada waktu dikala kau merindukannya,
Catatan harian yang membawa semua kenangan kembali
Apakah memori-memori itu masih mempunyai ruang di hidup kami?
Atau mereka hanya cocok untuk dirasakan bukan untuk dipikirkan?

Aku ingin kembali
Aku ingin merasakannya lagi
Tapi aku tidak menyesal karena ini berakhir
Aku bersyukur karena semuanya pernah terjadi,
Memberikanku secarik ingatan yang mampu membuatku tersenyum malu.

Terimakasih masa lalu,
Atas waktumu untuk singgah ke rumahku
Aku harap kau tidak melupakanku seperti aku padamu,
Hati-hati pada setiap langkahmu, Sayang
Selamat jalan.




(Ditulis setelah membaca novel karya Pidi Baiq berjudul Dilan & Dilan #2 tidak ada maksud untuk plagiat terhadap judul, hanya bertujuan untuk mendedikasikannya. )

ARSP
22/7/15

Thursday, July 16, 2015

Malam Takbiran.

Tibalah sudah, malam terakhir di bulan yang putih ini
Musuh para malaikat akan segera kembali keluar dari kandangnya
Kembali melakukan tugasnya untuk mengotori otak-otak manusia yang masih bernafas
Mungkin mereka telah menunggu hari ini untuk datang, atau mungkin mereka tidak usah repot-repot, karena manusia sudah tidak perlu dibantu lagi.

Masjid dekat rumah menyenandungkan shalawat nabi, 
Tanda kalau hilal telah terlihat, dan berarti besok kita menunaikan shalat Ied
Tidak perlu bangun 3 jam sebelum matahari terbit lagi,
Besok setelah shalat, kita akan makan ketupat.

30 hari masih saja belum cukup
Suasana hangat yang akan sulit untuk ditinggal
Atmosfir yang mempunyai khasnya sendiri
Waktu dimana kita bisa beribadah tanpa henti, tanpa harus dipertanyakan

Akankah aku bertemu denganmu lagi tahun depan?
Apakah ini adalah kali terakhir aku mengagumi keindahanmu?
Berapa lamanya itu, aku tidak akan pernah puas,
Maaf bila aku menginginkan yang lebih, karena bersamamu aku merasa nyaman.

Si Fulan minta izin
Mau pergi metik buah tin
Minal Aidin Walfaidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H!
Semoga puasa, shalat dan doa kita selama satu bulan suci Ramadhan diterima dan didengar oleh Allah SWT.
Amiin Ya Rabbal Alamin.

Firman Allah: “Dan sempurnakanlah ibadah puasa kamu mengikut bilangan hari dalam bulan Ramadhan (29 atau 30 hari), dan bertakbirlah (membesarkan Allah) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (AlBaqarah : 185)


Struck By Kittens, 
16/7/15


Saturday, July 4, 2015

Crazy Little Thing Called...??

So Love. Where do i start with this.

From my previous post, I suppose you think of me of some kind of emo who never really do believe on happy ending or fairytales. And I dont blame you for that, that is what exactly I showed you with my letters. You could think of me for anything you want, free to judge, if i may say. That's a rare thing to say but i'm ready for this. Human have rights, so do you, so am I. Some people may know me, some people may dont. I'm okay with it. Now to make up things from previous post, I wanted to say some stuffs that's not all possible to bring the negative impact of Love. That's not fair, when I think about it again. Try to settle with both side. Because that is what love is meant to us. Committing. And if you think that you're not ready for that, then dont for God's sake. It's something way too serious because it involved with not just one person, but two. And the pain doubles up every second you did something wrong. That's an advice i'm telling you, not a desupport things i did to make you not believe in love. And yes, i'm inventing a new word.

There's still some reason out there, folks.
It could make you excited of something that you didnt even like the first time.
It could make everyday feel like a holiday, because with this person. You feel so delightedly happy, that you forgot the world.
It could make you more confident to face reality
It could make you feel something new, for the first time in your life.
If you been there, then you're lucky enough to hold on.
If you havent, relax, dont huss. You still got a lot of time.
Every human being has already got the one, even if you didnt know that
And you're other one didnt know that you existed too!

I'm a 17th teenage girl here who never really see the world with my real eyes, so yeah maybe i'm imagining stuffs. But i believe, in what so called, there's another ribs out there to fit your ribs.

And that's what keep most of people alive.

Who knows what will happen in another 10-20 years?

Nobody! That's the point of this!

Not you, nor your partner, nor even your parents.
Only God knows what'll happen in the very next second of your life.

If you keep waiting everyday, and everyday for the one, just forget it, that's not how it works.
The more you keep waiting over the door until they opened it, the more you feel devastatedly day by day. Just be cool and let it go. Let the universe done the job.

So for those, who felt so hopelessly romantic.
And those who felt so not right with your so called "Significant Other"
It's okay. It's not a weird thing to be felt. It's all part of the story. Your story.

Everything you've come through today, will not be so bad tomorrow.
Dont be in such a hurry. Dont be so oriented about it. Be cool with it.
Until the one, is passing right in front of you.
Never stop believing people. And always be patience.
Because, good things will come to those who wait. And achieve.

-Signing off-
00:42
5th July of 2015

Saturday, May 30, 2015

Love Love Love.

Love is not all about happiness
Love is about understanding and accepting
Love is about forgetting how much you've been hurt
Love is about ignoring our pain for someone else
Love is about forgiving and moving on so we can have another fight and do it again
Love is about never gonna be right on something
Love is about insecurity and possessiveness
Love is about believing someone with our few trust remain left
Love is about not caring about our own feelings...




Particularly love is about killing ourselves mind and body for someone else that's not worthed on heaven.

Why need love when you have yourself and other things that could make you feel more alive?

Love is not everything
Love is bullshit our ancestors made so human being are not going to extinct and keep reproducing

Adam and Eve met because they were the only ones on earth, they dont have other option than having sex even without love

Love and sex isnt a same thing.

Many people got divorced
Many people just lived together
Love was once the foundation
But as the time goes, it isnt the very best thing on earth.

You'll die someday, everybody will, everything will
Will your loved ones come with you to the grave?
Will your loved ones help you when you got burn in hell?
Nobody else will, but God.

Love is not true
Love is fake
Love is just something to fill your time
Love is just a strategy
Love has nothing to do with anything you ever wanted.

Happily married and have kids?
Not going to have a chance to chase your dreams because you spent most of the time taking care of dirty pampers and wrinkled clothes?
Eat your own shit.

That's not what you wanted
Your loved ones will come and go
But your passions will stay with you at the end of time.
And it would be the only thing that mattered when you closed your eyes and take a breath for the last time.

How much have you achieve, how much struggling have you done, and how close you are to that dream
It could be just a few meters more, or centimeters, or maybe you've achieved it just yet.

You'll be proud of yourself
Maybe nobody gonna congratulate you in any special way
But there's someone who's been waiting for you, and excited for this day to come
And its none other than,

the younger you.

It has been waiting for you and the only one who has been so loyal to you.

Maybe they got disappointed on how weak you are
Getting cried all the time by another soon to be stranger
How you always procastinate to make a decisions
Because you're afraid of being alone, of what the other people would say to you
Soon you realized its just a fear.
And it will lead to a brighter something
Still dont blame it when you feel bad to yourself.

Never regret of anything that you've done
Its not your fault. It never has.

Just remember that no love is true, expect the one gave by God, your mother, and yourself.

Wednesday, May 6, 2015

Isabelle.

Singapore Expo, May 6th 2015.

Orang-orang tak kunjung berhenti lulu lalang dihadapanku, gedung sangat ramai dan gaduh penuh dengan keluarga yang sedang berlibur atau sepasang kekasih menunjukan kemesraannya dan juga sekelompok mahasiswa yang sedang belajar untuk ujian yang akan datang. Aku pun duduk disini memandangi kertas penuh dengan rumus ekonomi moneter, goverment policy, taxes, blablabla. Sebenarnya percuma juga aku memandanginya karena tak satupun masuk ke dalam otakku, aku pura-pura sibuk dengan membolak-balik kertas pelajaran ini. Ini adalah ujian-ujian terakhirku sebelum akhirnya aku lulus dari Nangyang University, aku bahkan belum yakin bila aku memang ingin menjadi akuntan atau ahli ekonomi. Tapi setidaknya aku sudah memiliki suami yang sangat mendukungku menyelesaikan kuliahku, dan aku ingin cepat-cepat agar ini selesai! Kuliah bukan waktu terbaikku. Hanya penuh dengan anak-anak muda yang selalu berpesta seperti binatang malam saja, aku sudah terlalu tua untuk itu semua. Tak henti-hentinya aku aku mengecek jam tangan dan kubuka tutup layar handphoneku yang bermerk buah itu, masih ada 20 menit lagi sampai ujian dimulai. Ya Tuhan, waktu tak pernah terasa lebih lama! Tiba-tiba lamunanku buyar karena ada gadis remaja yang berbadan sangat kecil menyapaku dengan Bahasa Inggris. Ia bertanya mengapa banyak sekali murid yang sedang belajar disini, padahal ini kan gedung expo. Aku jawab saja karena ujiannya diadakan di gedung ini walaupun kuliahnya berada di sisi barat Singapur, ia mengenalkan diri kalau ia adalah warga negara Indonesia yang sedang menghadiri seminar. Ia terlihat ingin berbincang denganku lebih lama tapi aku sudah harus bersiap-siap masuk. Aku akhirnya berpura-pura melihat jam tanganku sebelum aku pamit kepadanya tapi ia bertanya siapa namaku, kujawab langsung "Isabelle" dan ia membalas dengan namanya, aku tidak terlalu mendengarnya tapi ia menyalamiku dan mendoakan aku semoga berhasil. Aku akhirnya tersenyum kepadanya dan pergi menuju ruangan ujian. Setiap langkah yang kuambil penuh dengan tekad, terimakasih atas semangatnya adik kecil. Satu kali lagi goresan pena, dan akhirnya aku bisa menghembuskan nafas panjang yang telah kutahan selama 4 tahun ini.


TKP

So the story above it about a Singaporean girl who was sit next to me when i was waiting for my family. Its a true story but im writing as if it's her point of view, i dont know why but it seems interesting. I did talk to her and she's nicer than what i wrote but bcs its her pov I'd like to write something like that. All the facts are a true data (except the husband one im not technically sure bcs its just based on my observe from a ring on her finger) Too bad i didnt get to take a picture of her it would seems to be more believeable lol. This story just prove of how weird my hobby is, isnt it? I might wrote about you secretly, watch out :p

Saturday, May 2, 2015

Pretending

You can delete the message you dont like
      And pretend like it never happens
  But it did
You can hold your tears for not falling
      And pretend you're not sad
   But you are
You can cover the scars over your arm
     And pretend like its fine
   But it hurts
You can fake a smile all day
    And pretend to be happy
  But you're dying inside

You can pretend that everything's fine
That everything will go away
That you can be happy again
That the sky would light up rainbows above your head
That you could repeat your childhood as an innocent child
But you cant run away forever
The trigger must let go
And in the end the bullet must touch your head
And it will, end that way.

Wednesday, March 25, 2015

Intermission Memoir : Chapter 2

CHAPTER 2:
43 jam 28 menit 15 detik sebelumnya.


Sudah sekitar 2 atau 3 jam sejak aku meninggalkan Ibu di rumah, tidak henti-hentinya aku memikirkan Ibu dan adikku, Alvin. Karena tidak mempunyai waktu yang banyak Ibu hanya membekaliku pisau lipat dengan banyak macamnya, yang Ibu selalu simpan untukku karena ia tahu hidup keluarga kami akan selalu berada di bawah mara bahaya. Uangpun tidak sepeserpun aku bawa agar mereka-para penagih hutang-tidak bisa merenggut apa-apa lagi dariku. Uang bonus yang aku peroleh tadi sore juga sudah aku berikan semua ke Ibu. Kini aku, perempuan dengan rambut panjang lusuh terkuncir ke belakang, dan mukaku yang terlihat pucat serta kaos dan jaket dan celana jeansku yang kusut dari tempat kerja yang belum aku ganti, tertatih-tatih mengendarai motor merahku yang ibu peroleh dari tetangga yang sudah tidak membutuhkannya. Sudah lama aku tidak mengendarai motor ini, kecuali di situasi-situasi tertentu.



Rumahku dan rumah Pakde Ferry berjarak 3 jam menggunakan mobil, sehingga aku bisa sampai lebih cepat 1 jam karena tidak perlu mengikuti antrian mobil menunggu macet yang tiada hentinya. Walaupun sebenernya aku belum tahu apa rencanaku selanjutnya ketika aku sampai ke rumah Pakde, alangkah indahnya jika keadaan sudah mereda seperti misalnya para debt collector itu sudah membiarkan kami hidup. Andai saja ada segepok uang terjatuh dari langit, yang pertama yang akan aku lakukan adalah menjajani aku dan adikku sebatang es krim dahulu, baru dengan tidak sudi membayar hutang kotor monster-monster berkostum manusia itu.

Setelah bertarung melawan debu dan polusi jalanan selama beberapa jam, akhirnya aku sampai ke dalam kompleks perumahan. Dan setelah aku menemukan alamat yang kutuju, aku memakirkan motorku di depan garasi rumah biru tingkat 2 tersebut. Rumah yang sangat menarik dan besar, beda sekali dengan rumah keluargaku yang mungil dan sederhana. Aku belum merasa tenang walaupun aku sudah berada di depan pintu kediaman tersebut, masih terus memikirkan keadaan 2 anggota keluargaku yang terancam. Aku menghela nafas, dan mengetuk pintu kayu itu.


"Permisi, selamat malam." ujarku mengaharapkan balasan dari dalam. 2 detik, 3 detik. Tidak ada jawaban.

"Halo, pak de!" teriakku kini lebih kencang lagi diiringi dengan ketukan yang beruntun.

Namun sunyi, tidak bersuara. Percuma juga aku memutar gagang pintunya, karena tidak akan berpengaruh sama sekali, pintu ini terkunci. Dan tidak ada orang di dalam.


Aku memutar ke arah jendela kamar, aku mengintip dan hanya terlihat ruang kamar seperti biasa, dan masih tanpa tanda-tanda kehidupan. Aku mulai mengitari sekeliling rumah itu, mencoba membuka setiap pintu, dan mengintip masuk dari jendela. Namun semuanya kosong dan hampa... Perasaanku mulai tidak enak.


Setahuku, Pakde punya istri dan 3 anak lelaki yang tidak jauh beda dengan umur Alvin. Kemana mereka pergi dan apakah Alvin ada bersama mereka? Lagipula ini sudah jam 10 malam. Pergi kemana keluarga ini? Pasar malam? Aku meragukannya karena anak-anak seumuran Alvin jarang sekali bisa bangun sampai selarut ini. Dugaanku benar, ada yang tidak beres.


Aku ingin menerobos masuk dengan memecahkan kaca, tapi aku khawatir dengan kerugian yang akan menimpa Pakde Ferry. Apa mungkin aku salah alamat? Aku keluar dari area rumah tersebut dan berjalan di seputar gang perumahan itu. Rumah-rumah lainnya terlihat sama dan seragam. Yang membuka kemungkinan kalau aku memang bisa saja salah rumah.


Disaat aku melewati rumah dengan bentuk rumah yang sama seperti apa yang kukira adalah rumah Pakde, yang membedakannya hanya rumah ini berwarna merah jambu. Ada seorang wanita paruh baya yang melihatku dari jendela dapur, ia seperti mengenaliku dan menghampiriku.


"Neng Vita... ya?" tanya wanita dengan postur badan yang tidak lebih tinggi dariku tetapi lebar badannya melibihi badanku. Cara bicaranya mengingatkanku pada ibu tetangga sebelah saat dia sedang menawar harga ikan di tukang sayur. Ia mengenakan baju merah muda serta rok dengan warna senada. Wow, ibu-ibu maniak pink. Sadar umur, bu. batinku.


"Ya saya Vita, ibu siapa ya?" tanyaku kembali dengan ragu. Aku tidak pernah melihat wajahnya sebelumnya, dan lagi aku juga belum pernah melihat istri dari Pakde Ferry. Mungkin ia lah orangnya?


"Oh saya, adik ipar Pakde Ferry," jawabnya. Berarti dia tante iparku, begitu? "Kamu pasti lagi cari rumah pakde kamu kan?"


"Ya... Betul sekali," aku memikirkan apakah wanita ini bisa aku percaya, akupun menanyakannya Alvin kepadanya, "Alvin lagi sama Pakde Ferry ya?"


"Oh si Bang Alvin! Iya si abang ada kok di sini. Ini rumah saya, kalau yang rumah biru eneng datengin tadi baru rumah pakde, tapi pakde sama tantenya lagi pergi ke warung beli gas habis. Bang Alvin dititipin ke saya dulu deh."


Aku masih sulit mempercayainya, tapi jika dia memang benar aku dapat bertemu dengan Alvin bukan? Kalau tidak... ya apalah aku tidak mengerti. Yang terpenting hanya adikku sekarang. Aku meminta sang ibu untuk mengantarku kepada adikku, dan ia pun mengiringku masuk.


Ibunya membukakan pintu untukku, disitu aku melihat Alvin sedang bermain mobil-mobilan entah milik siapa di atas karpet ruang tamu, aku merasa lega melihat wajahnya yang ingusan itu. Aku melambaikan tangan dan menyapanya, "Hei si bocah."


"Kakak!" ia membalas sapaanku dengan senyum yang lebar diwajahnya, mendengar adik laki-lakiku yang untunglah masih sehat dan bugar untuk mampu berteriak sungguh menenangkan hatiku. Sepanjang perjalanan aku membayangkan ia diikat oleh tali dengan mulutnya yang disumpal kaos kaki. Aku memang sering menonton film aksi yang tergolong sadis, sehingga salah satu adegan tersebut dapat meracuni otakku segampang itu.


Reaksi Alvin tidak berhenti sampai situ saja. Ia masih meneriakiku dengan wajahnya yang masih terkejut, "Kak Vita...?!"


"Iya tenang kakak udah ada di sini kok." aku menghampirinya dan memeluknya. Aku tidak menyangka ia akan setakut ini. Aku mengelus-elus rambutnya yang tipis di kepalanya yang mungil. Untuk sebentar saja aku ingin merasakan kehangatan ini.


Setidaknya, itu yang aku harapkan. Nyatanya, teriakan Alvin mempunyai arti lain yang aku tidak sadari karena sibuk dengan perasaan bertemu kembali dengannya. Muka Alvin makin terlihat panik dan takut, ia meneriakiku sekali lagi --









"KAKAK!! AWAAAAS!!"




--  Sebelum sesuatu mengayunkan kepalaku terbanting jatuh ke lantai.




To Be Continued



Saturday, March 14, 2015

Too Old For Playground. Too Young For Commitments.

Friendships.
|ˈfrɛn(d)ʃɪp|
noun [ mass noun ]
the emotions or conduct of friends; the state of being friends.
• [ count noun ] a relationship between friends: she formed close friendships with women.

• a state of mutual trust and support between allied nations.


Teman yang baik susah untuk di cari, teman yang akan selalu mendukung dan membangun ketika kita terjatuh. Kadang teman datang dan pergi ketika ia sudah menemukan teman yang baru. Akan kutakan itu benar. Mungkin dari beratus teman yang kita punya, setelah 1 tahun berlalu, hanya ada tersisa sekitar tidak lebih dari 10 teman yang tinggal dengan kita. Walaupun sedikit, tapi mereka sungguh bermakna dan tidak tergantikan.

Kita tidak bisa memilih teman seperti apa yang kita mau, yang pasti teman kita tidak akan jauh berbeda dengan diri kita sendiri. Aku mensyukuri teman-teman yang menganggapku sebagai temannya. 

Tidak sering aku merasa diinginkan atau dirindukan, kadang aku hanya merasa seperti seseorang yang selalu ada sehingga orang-orang tidak akan mencariku. Dan walaupun aku sedang pergi, mereka juga tidak akan menyadarinya. 

Kalau boleh jujur, aku tidak pernah menyadari kapan atau akankah pertemanan akan berhenti. Karena sebagai pengalaman, aku merasakan terputusnya pertemanan dengan seiringnya waktu. Dia sudah tidak perdulikan aku dan aku juga tidak merindukan dia. Tapi aku mempunyai kepribadian yang akan selalu mengenang dan mensyukuri, walaupun pertemanan kita tidak seberapa, aku senang kita pernah menjadi teman, dan aku tidak menyesal pernah mengenalmu.

Sekarang, aku sangat senang ketika aku mempunyai sekumpulan orang-orang yang mengelilingiku, walaupun aku tidak yakin apakah mereka menganggapku begitu, tapi setidaknya mereka membuatku merasakan perasaan yang sudah lama sekali tidak aku rasakan.

Aku bersyukur Tuhan, dengan menginjak tahun ke 17 ku hidup, untuk telah merasakan sekian banyak perasaan yang aku tidak pernah temukan di lubuk hatiku yang terdalam. Jika aku boleh berharap, jika aku boleh meminta. Aku ingin persahabatanku tidak berhenti sampai ini saja, aku ingin kebahagiaan ini akan terus ada di depan batang hidungku ketika aku membuka mata untuk pertama kali di pagi hari. Tolong jangan ambil mereka jauh dariku. 

Terimakasih atas kenikmatan hidup ini, atas keluarga yang penuh perhatian, atas jiwa dan raga yang telah kau karuniai, dan atas malaikat-malaikat tanpa sayap yang telah kau utus untuk bersamaku.

More for pictures!!>>>>

Saturday, February 28, 2015

"Yang Terbaik." #PoemCorner

Menjadi yang terbaik tidak mudah
Menjadi yang terbaik juga tidak selalu benar
Walaupun yang terbaik bagiku mungkin tidak sama seperti yang terbaik bagimu
Pasti yang terbaiklah yang akan selalu kita cari.

Yang terbaik tetaplah satu-satunya yang terbaik
Sejak sang merah menanjak ke puncak, hingga sang putih menggantikan posisinya

Yang terbaik akan selalu terkenang
Yang terbaik akan selalu tersimpan di lubuk hati

Sang waktu mungkin akan menghalangi kita
Tapi kita haruslah sabar menunggu
Karena pasti yang terbaik, patut untuk dinanti
Dan yang terbaik, tidak akan pernah tergantikan.

Puisi oleh Arissa Purilawanti.
28/2/15

Sunday, January 25, 2015

"Terima kasih, Takdir."

aku memerhatikannya dari jauh. jauh yang berjarak 1 meter saja, namun hubungan kami masih bersebrangan, aku di jalanku dan dia di jalannya. aku sempat berpikir "apakah suatu saat aku akan menjadi miliknya?" juga saat ia sedang bermain dengan teman perempuannya ketika aku merasa sedikit cemburu, aku membatin "apakah suatu saat kecemburuanku akan ia perdulikan?" ah aku tidak bisa menebak masa depan, tapi ini bolehkah aku berharap? ia selalu melakukan hal yang sama, ketika aku memerhatikan dari balik lehernya, mendengarkan senandungnya yang lebih merdu dari burung gereja berokestra. namun ia seperti memeliki mata ketiganya dan selalu sadar. ia menoleh kepadaku, dan tersenyum. beberapa waktu lalu, senyum itu tak kan berarti apa-apa untukku, senyum itu hanya berarti buat perempuan lain yang bukan aku, dan dulu aku juga tidak pernah mengharapkan apa-apa darinya.
kini, setiap pagi ketika aku tersadarkan oleh matahari. senyumnya yang selalu aku lihat, bahkan saat aku menutup mata. senyumnya tidak pernah lepas dari ujung mataku. tapi ini tidak cukup, aku ingin melihatnya langsung, melihat keceriaannya yang selalu menular kepadaku, matanya yang seakan berkata bahwa senyum itu hanya milik aku seorang sekarang. senyum yang tak akan aku berikan kepada perempuan siapapun di dunia ini, kecuali ibu dan adiknya. senyum yang akan selalu berkunang-kunang, senyum yang akan selalu membekas.
sekarang, jarak kami hanya 1 senti, di jalan yang sama. aku masih sering mencuri-curi pandang dari balik lehernya. dan tegangan ini sama seperti yang aku rasakan beberapa tahun lalu. bahkan lebih dalam lagi.

"sekarang ia milikmu, kamu bebas untuk cemburu padanya"
jawab sang takdir memberitahukan hatiku.
"baiklah... terimakasih, takdir."

Thursday, January 22, 2015

Purilaw Cooks: Resep Bolu Keju Kukus - NomNomTime

hehehe baru pertama kali bikin prosedur masak di blog, ceritanya pengen bantu para koki yang amatir seperti gue, tenang aja resepnya terjamin kok kelurga&teman-teman bahkan guru-guru pada nagih. sebenernya gue udah cari-cari banyak resep dan membandingkan satu per satu, ada bolu keju kukus yang pake maizena, dan cuma pake vanilla esens. tapi setelah gue nanya ke nci-nci di suatu TBK (Toko Bahan Kue), katanya kue bolu gapake maizena. dan setelah gue pikir-pikir dari resep yang cuma pake vanilla esens itu, kejunya cuma di parut di atasnya aja, ya berarti sama aja dong cuma kue bolu biasa. makanya gue cari lagi sampe ada yang mengolah kejunya di dalem adonan. dan akhirnya ketemu yang pake cream cheese (bikin sendiri gampang banget) nah langsung terjun aja tuh ke praktiknya langsung.

ini takarannya bikin sendiri, soalnya pengen bikin dikit aja (tapi ternyata tetep aja hasilnya banyak)

you will need:
100gr tepung terigu
100gr gula pasir
3 telur
1/2 sdm SP/emulsifier 
30gr susu bubuk full cream
100ml susu cair
150gr keju cheddar
buttercream untuk olesan di atas kue (beli jadi ada kok kalo bikin sendiri juga bisa tapi repot lagi)



note: bagi yang belum tau, SP/Emulsifier gunanya untuk ngembangin kuenya, ada macem2 bentuknya. ada yang bubuk merk cap koepoe-koepoe SP pengembang kue, waktu itu nggak kedapetan di TBK jadi beli yang bentuknya kayak jel namanya Quick, tanya mbak-mbak di setiap TBK masing2 & percaya aja mereka gamungkin bohong
note 2: susu bubuknya untuk menghindari rasa yang terlalu manis kayak dancow, lebih baik beli yg di TBK aja
note 3: gue kasih bocoran, untuk bahan-bahannya memakan pengeluaran kurang lebih sebanyak 80 ribu totalnya (minus gula, telur)

HOW??

I. Yang Harus Disiapkan Terlebih Dahulu


1. pertama kita olesi loyang, ditepi2nya juga, dengan mentega dan taburi sedikit tepung, dan juga sudah siapkan pengukus biar ketika adonan siap bisa tinggal masuk

2. buat cream cheese di awal, soalnya mau dimasukin ketika lagi aduk2 adonan.
cara bikin cream cheese:

-parut 150g keju, buat yang parutannya kecil sehingga lama&capek marut, bisa aja di potong dadu /kecil-kecil sehingga mudah larut saat dipanaskan dengan susu. kalo potong dadu ntar hasil kuenya kejunya masih kebentuk.
(tapi lebih baik di parut/iris kecil/tipis2 karena susu & kejunya akan bercampur dengan baik, kalo masih terlalu padat takutnya rasa kejunya kurang terasa di kue)

-masukan ke dalam panci berisi susu 100ml, lalu panaskan dengan api kecil dan aduk2 sehingga mengental dan menguning

-sebaiknya di diamkan di mangkuk lain sampai tidak terlalu panas, 

-lalu campur 1/2 margarin agar asin (biar rasanya seimbang dengan manisnya adonan)

II. Adonan Bolu

1. masukan gula, SP & telur, kocok dengan mixer sehingga putih mengembang dan berjejak
2. campur terigu dan susu bubuk
3. masukan cream cheese, selanjutnya di aduk sampai rata menggunakan spatula (gada spatula centong pun jadi)
4. jika merasa sudah tercampur semua dengan rata, tuangkan ke dalam loyang yang sudah dilumuri mentegai & tepung
5. pengukukusan hanya 30 menit idealnya, sebaiknya tetap di awasi & jangan ditinggal supaya bisa di cek sekali2, kalo kelihatan udah mengembang kuenya ditusuk pake sumpit/tusuk gigi, kalau waktu tertanam dan bisa dikeluarkan dengan gampang, dan tidak ada adonan yg menempel, itu berarti kue bolu kukus anda sudah siap! lebih siap lagi kalau bagian tepi kue sudah tidak melekat dari loyang.

dan hasil nya akan menjadi seperti ini: 

adonan warnanya putih seperti itu
simsalabim warnanya jadi kuning
di dandanin dulu jadi cantik:3
*selfie dengan bangga*
tadaaa!! hehehe gue senang dengan hasilnya, teksturnya lembut dan kalo dipotong gasusah, cuma masih kurang di rasa kejunya itu (karena dipotong dadu) kalo ditanya kok bisa gue gabisa jawab karena emang ngikutin resep aja karena masih amatir sorry ya hehe.

terimakasih udah mau baca resep gue, semoga bermanfaat dan gak malah bikin sesat ya!

-arissapurilaw-

Thursday, January 1, 2015

Untitled.

Jarum berdetik. Tik. Tik. Tik. Detik demi detik seakan mereka menghantuiku, seakan mencoba berkata bahwa detik-detik yang telah berlalu akan mustahil untuk kembali. Tetapi akan selalu ada detik baru menunggu kita untuk beraksi, menemukan sesuatu atau mungkin menyelamatkan dunia. Tunggu, selalu ada? Maaf, aku bersikap terlalu naive, apa yang kita tahu dengan 'selamanya'? Jika kau mengalami apa yang aku alami, aku yakin kalian tidak akan percaya lagi dengan kata yang tidak mempunyai arti bermakna itu. Ironisnya aku tidak akan pernah lepas darinya, dari namaku saja, Vitani Memoir, kenangan selamanya. Aku menghargai namaku, seperti aku menghargai sosok yang memberikannya padaku. Sangat menghargainya. Dan pada akhirnya aku bertemu lagi dengan secarik perasaan yang membuatku merubah pandanganku. 

Aku ada disebuah ruangan kecil, mungkin ruangan yang dulunya adalah ruangan bayi, cat di tembok sudah terlalu tua sehingga penuh jamur dan mengelupas, aku duduk dilantai yang dingin tanpa alas, dingin serasa menembus celana jinsku, jaket tuaku yang sudah robek-robek ini juga sudah tidak berfungsi apa-apa. Ruangan terasa sangat gelap meskipun ada 2 lampu berdiri menyala, ruangan ini sangat sepi, tidak ada apa-apa kecuali benda itu yang ada dihadapanku. Aku sedang bertatap muka dengan suatu benda yang tak kunjung berhenti berdetik tapi akan datang dimana waktunya dia akan diam, dan akan diikuti oleh detak jantungku.

Lucu bahwa beberapa hari yang lalu, kau bisa tertawa menonton tv dengan keluarga kecilmu, menikmati setiap momen sekecil apapun bersama, dan tanpa kau tahu, bam, kau sedang menunggu sisa-sisa hidupmu yang sebagian besar kau habiskan untuk menghidupi ibu dan adikmu, akan berakhir begitu saja beberapa saat lagi. Hingga saja semua yang terjadi pada malam itu tidak terjadi, pada malam itu ….















CHAPTER 1:
48 jam 35 menit 12 detik sebelum bom meledak.

"Vit, lo nggak kemana-mana taun baru?" tanya Dessy sambil mencuci piring-piring kotor bekas konsumsi pelanggan. Dessy adalah rekan kerjaku di restoran wisata, Puncak, Cisarua. Aku dan keluargaku tinggal di kota yang sangat padat yang selalu dikunjungi keluarga untuk berlibur, kami tinggal di wilayah terpencil dan kumuh, keluarga kami tergolong sederhana tetapi masih membutuhkan banyak dana lagi, sehingga aku kerja paruh waktu di restoran ini. "Gue bosen nih, masa di sini aja taun baruan."

"Yaa kalo gue sih suka-suka aja disini, toh gue udah menghabiskan 25 kali taun baruan di sini dan nggak bosen-bosen tuh," jawabku dengan serius seiringan dengan melap piring-piring yang basah habis dari cucian Dessy, "Gada yang lebih nyaman dari rumah sendiri."

"Seandainya lo punya kesempatan buat pergi ke tempat lain gitu, lo masih mending disini gitu?" tanyanya lagi dengan raut wajah bingung sambil mengarahkan spons cuci piringnya padaku.

"Mungkin gue mau, tapi galama-lama. Ntar siapa yang jagain nyokap sama adek gue?" dengan sikap realistisku, aku menjawab.

"Susah emang ya jadi kepala keluarga," cibir Dessy. Aku hanya membalas dengan tawa sinis, aku tidak sepenuhnya marah karena apa yang dikatakannya memang benar.

Aku hidup dengan ibuku dan satu adik laki-lakiku yang masih berumur 12 tahun. Keluarga kecil kami mempunyai hubungan yang sangat dekat, ibuku walaupun sudah termasuk paruh baya, masih kuat untuk menafkahi kami waktu aku belum mampu untuk melamar kerja apapun. Aku masih sangat kecil saat aku menyaksikan kerja keras ibuku, tapi tidak terlalu kecil untuk merasakan kasih sayang yang ia sampaikan. Sekarang aku hanya ingin membuat ibuku bahagia dan nyaman bagaimanapun caranya.

"Vita, Dessy," ibu restoran memanggil kami dari pintu dapur, "Ini bonus kalian buat taun baruan, hari ini hari terakhir kerja kalian, kalian libur sampai minggu depan." ibu itu menaruh 2 amplop di meja dapur dan memberikan senyuman, "Selamat tahun baru."

"Selamat tahun baru, Bu!" kami berdua mengucapkan secara bersamaan dan mengambil amplop tersebut.

Setelah cucian selesai kamipun meninggalkan restoran dan pulang dengan angkutan umum. Di tengah jalan aku mampir di suatu jajanan pasar dan beli satu batang permen gulali berbentuk bola sepak untuk adikku, Alvin. Ia memang suka sekali dengan gulali dan bola, aku sesekali membelinya sepulang dari restoran, kadang untuk menghiburnya karena sudah aku tinggal seharian, melihat tawanya yang lebar dan menunjukan giginya yang ompong, bekerja seperti mantra untuk melepas semua capek dan pegal di punggungku dari seharian kuliah dan bekerja.

Sekitar jam 8 malam aku tiba di kawasan rumah dan mendengar suara yang sangat gaduh bahkan saat aku belum belok ke gang rumah. Aku merasakan sesuatu yang tidak enak, permen gulali yang aku beli untuk adikku terlihat retak dan hampir patah, kakiku membawaku ketempat kejadian perkara sangat cepat, tanganku bergemetar dan keringat dingin bercucuran tiada henti.

Kakiku akhirnya mencapai depan rumah dan dihadapanku ada segerombolan penduduk rumah menyaksikan beberapa lelaki berpakaian jas rapih dengan kacamata hitam, seperti aku sedang menyaksikan film Men in Black secara langsung. Mereka sedang berdiri di depan pintu seperti sedang menunggu seseorang.

"Ini ada apaan?" tanyaku kepada salah satu warga.

“Itu mbak, mas-mas itu dari tadi teriak-teriak ke rumah mbak, membuat lingkungan rumah jadi nggak nyaman.” Jawab sang warga.

Aku mendatangi mas-mas di depan rumahku yang ia maksud, bertanya hal yang sama, tetapi mereka hanya melihatku tanpa ekspresi dan terdiam tidak menjawab. Aku heran apa yang sebenarnya terjadi dan ibuku memanggil dari dalam.

“Vita, masuk cepat ke dalam!” aku segera membuka daun pintu rumah yang kecil itu dan mencari arah suara itu, aku menemukannya duduk terdiam dan kaku di ruang makan. “Mereka… penagih hutang ayahmu, nak.”

“Hutang? Bukankah kita sudah melunasi semuanya beberapa tahun yang lalu? Waktu itu ibu dan aku berkerja sangat keras untuk bisa hidup bebas dari hutang, kan?” aku mengingat-ingat, aku bahkan mengundurkan waktu kuliahku selama 2 tahun agar bisa mencari kerja dan mendapat penghasilan yang cukup hanya untuk hutang-hutang yang tidak berharga untuk semua kerja keras kami. Kami banting tulang untuk bisa tinggal di rumah kecil ini karena ini satu-satunya tempat tinggal yang kami miliki. Walaupun ibu mempunyai adik yang tinggal di sekitar sini, ia masih memegang teguh bahwa rumah tidak akan senyaman milik sendiri. Itu yang telah menjadi prinsip dasar hidup kami semua dan menjadi pemicu untuk melunasi hutang ayah kami. Kita melakukan ini bukan karena kita membiarkan ayahmu pergi, tetapi untuk menunjukan bahwa kita kuat dan bisa bersatu tanpa kehadiran dia. Begitu kata ibu.

“Itu yang kita kira selama ini, nak…” ibu berbicara sangat pelan, setiap kata-kata yang ucapkan terdengar sangat rapuh, “Ternyata ayahmu mempunyai hutang lain yang kita tidak pernah tahu sebelumnya…”

“Kenapasih tu orang ngutang segampang metik daun? Mending kalo dia sendiri yang ngelunasin, ini apa? Biarin istri dan 2 anak yang ngebayar semuanya?” selama ini aku hidup seperti dibayang-bayangi dengan semua kesalahan ayah. Aku bahkan ragu akan sudi memanggilanya sebagai ayahku sendiri lagi.

“Masalahnya bukan itu, Vita…” ibuku membantahku seakan ia membela ayah.

“Ibu juga masih bisa-bisanya aja belain ayah! Pernah berjasa apa dia buat keluarga kita, bu?” aku menyerangnya dengan kenyataan yang pahit yang harus aku katakan untuk menyadarkan ibuku.

“Masalahnya,” Ibu terdiam sejenak menarik dan membuang nafas panjang, “Ayahmu menjadikan adikmu sebagai jaminan hutangnya.” Dengan perkataanya yang singkat dan kuat, aku seperti sedang dihantam bola penghancur tepat di perut, yang membuatku tersedak dan seketika sulit untuk bernafas.

“Dimana… dimana Alvin sekarang, bu??” aku bertanya dengan sangat gugup tanganku tidak bisa diam sehingga aku menghancurkan permen gulali yang seharusnya untuknya.

“Ibu udah suruh Pade’ Ferry untuk menjemput Alvin dari sekolah dan memintanya untuk menjaga Alvin selamanya yang ia bisa,” meskipun ibu berkata demikian, kami tahu dalam hati terdalam bahwa semuanya tidak segampang itu.

“KAMI TIDAK AKAN PERGI SAMPAI ANAK ITU ADA DI TANGAN KAMI!!” teriak salah seorang pria berjas yang kulihat didepan rumah tadi, “TIDAK PEDULI BERAPA LAMA KAU MENYEMBUNYIKANNYA, KAMI AKAN SELALU MENEMUKANNYA!!”

Bulu kuduk kami berdiri dan darah kami mendingin, aku tidak tahu harus bagaimana, aku ingin menyelamatkan Alvin tapi itu berarti harus meninggalkan ibuku sendirian di rumah dengan orang-orang itu yang akan terus menghantui rumah kami, dan aku tidak berani untuk membiarkannya terjadi.

“Pergi, Vita, selamatkan Alvin,” ibu berkata memecahkan ketegangan dan seakan membaca pikiranku, “Ibu akan mengungsi ke rumah bibi sebelah.” Aku terdiam dan tidak bisa membalas apa-apa, “Ibu sudah berpengalaman tentang semua ini, mereka bisa merenggut semua harta kita, tapi ibu tidak akan biarkan mereka merampas nyawa adikmu sebagai pengganti apapun.”

Aku tidak menjawab, mencoba menahan air mataku yang akan jatuh.

“Ibu ingin kamu pergi Vita… Ibu percaya akan kekuatan sayang sang kakak pada adiknya,” suara ibu sudah mulai menenang, membuatku semakin tidak tega untuk meninggalkannya, “Kita ketemu lagi taun depan, ya?”

Aku tidak bisa menahan tangisku dan langsung memeluk ibu, “Iya ibu, kita ketemu taun depan ya…”

To Be Continued